Surat Bagi Calon Gubernur dan Bupati

Iya, “ke-akuan” seyogyanya hanyalah hak monopoli Tuhan. Semua umat manusia mengakui “ke-akuan” Tuhan, bahkan bagi mereka-mereka yang tidak bertuhan. Namun, secara sederhana saya memahami bahwa saat ini saya “ada”. Ada-nya saya juga bersyarat, yaitu: saya ada apabila saya memberi manfaat untuk alam sekitar. Salah satu bentuk dari manfaat “saya” adalah dengan cara beramal. “saya beramal maka saya ada”. Surat Bagi Calon Gubernur & Bupati

surat bagi calon gubernur

Kaitannya dengan ini, saya masih meraba-raba logika untuk mencari di mana letak strata pengemis dalam kehidupan sosial? Semoga saya cepat mendapatkan data-data tentang pengemis ini. Tidak sedikit masyarakat menganggap para pengemis sebagai sampah masyarakat, sebagai parasit, atau sebagai eceng gondok yang merusak lingkungan ekosistem masyarakat. Akan tetapi, tidak sedikit juga masyarakat yang mencari-cari si-pengemis, bahkan mungkin mereka mengusulkan kepada pemerintah agar ada semacam “delivery pengemis”. Pertanyaannya, mengapa mereka mencari dan membutuhkan pengemis? Jawabannya, karena pengemis merupakan sumber amal ibadah praktis dan penghapus dosa?

Ya Tuhan… ini masyarakat macam apa? Siapa guru mereka? Siapa yang harus bertanggung jawab? Jika pengemis adalah ladang amal, lantas siapa pengemis ini? dimana letak strata sosial mereka dalam kehidupan sehari-hari? Sebuah definisi amal yang ditawarkan kepada kita adalah: berbuat kebajikan, memberi sumbangan atau bantuan kepada orang miskin, organisasi sosial, dan sebagainya. Melakukan sesuatu yang baik, seperti memberi nasihat, bekerja untuk kepentingan masyarakat, mengajarkan ilmu, mengaji, berdoa, memohon kepada Tuhan.

Dari definisi ini, pengemis masuk kategori mana? Orang miskin? Nabi Muhammad adalah bapaknya orang miskin, (miskinnya nabi bukan dilihat dari hartanya, tapi dari kehidupan beliau yang sederhana layaknya seperti orang-orang miskin yang ada sekarang-materi) tapi beliau tidak meminta-minta dan bahkan sebaliknya, membenci praktik itu.

Saya melihat bahwa pengemis adalah guru spiritual hebat bagi para sopir dan pengemudi. Doktrin hebat pengemis telah mendarah daging. Sehingga para sopir dan pengemudi beranggapan dengan memberikan uang ke pengemis maka mereka telah melakukan amal dan dosa mereka akan terhapuskan.

Opss.. ternyata pasien pengemis tidak hanya kepada para sopir, tapi juga kepada ibu rumah tangga. Inilah yang kemudian mengakibatkan pengemis merasa percaya diri untuk berjuang keliling kampung menyisiri rumah-rumah warga. “terimakasih bu.. seribu sangat berarti bagi kami daripada tidak samasekali”.

Plis deh.. carilah amal yang lebih sehat dan menyehatkan. Sehat untuk kita, dan sehat pula untuk objek amal kita. Memberikan uang ke pengemis hanya membuat mental mereka makin cengeng. Andai saja saya punya waktu dan kesempatan untuk mengkoodinir para pengemis ini, saya akan arahkan mereka ngemis ke gedung DPR, atau ngemis kepada para Calon Gubernur dan Bupati  agar “emisan” mereka benar-benar jadi amal bagi Bapak/Ibu calon-calon Pemimpin Negeri ini. karena sebagian besar pengemis tidak temasuk dalam DPT pemilu, maka unsur ikhlas calon Gubernur, Bupati dan wakil negeri dalam memberi bisa sangat dirasa.

Tolong.. siapa yang punya wewenang terhadap pengemis ini? bisa gak pengemis diluluhlantahkan dari muka bumi ini? atau solusi lain diberi pendidikan, di fasilitasi, diberi pekerjaan dan sebagainya, “mumpung” pengemis belum terlalu banyak di Jambi. Saya tau, ide semacam ini sudah banyak, mungkin gerakan untuk menuju kesana pun sudah dilakukan, tapi sampai saat ini saya belum merasa hasil dari ide itu.

Jambi, sebagai Kota damai nan tentram mulai didatangi banyak “turis peminta-minta” baik yang berasal dari Jambi atau luar Jambi, tapi mari kita lupakan darimana asal mereka. “Saya takut terkena hukum delapan kali pertandingan tidak main jika mengingat dan menyebutkan asal mereka”.

Beberapa alasan mengapa pengemis harus di bumihanguskan, diantaranya adalah: 1) mengganggu iman para pengemudi, 2) menimbulkan rasa buruk sangka ketika mereka datang kerumah dengan raut wajah lesu, pakaian kucel, dan aroma khas, namun bertubuh tegap?. 3) memberikan virus cengeng kepada para pengangguran, dan 4) memunculkan organisasi ilegal yang mengkoordinir para manusia pemalas bekerja.

Calon Gubernur dan Bupati yang terhormat, mulai dari sekarang saya sudah menyelipkan do’a-do’a agar Bapak dan Ibu terpilih sebagai pemenang. Nanti kalau sudah menang, mohon dirembukkan bagaimana solusi dalam mengatasi penyakit “ngemis” ini. Mungkin program dalam mengatasi para pengemis ini kurang menarik untuk dibahas pada tingkat pemerintah di Jambi. Entah itu karena jumlah pengemisnya yang masih bisa diredam, sehingga dianggap kurang mengganggu, atau karena anggapan bahwa memberi uang kepada pengemis merupakan amal ibadah?

Semoga surat bagi calon pejabat ini bisa sampai kepada bapak ibu calon Gubernur, Bupati dan calon pemimpin-pemimpin lainnya. Salam kalam literasi

Selamat berjuang..

Fajri Al Mughni

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

BacaanTerkini

Pen Besi di Kaki Ibu Siti, dan Besi Tumpul di Kepala Pejabat Negeri
Siti Maswa, Sang Perempuan dengan Pen ...
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu Daya”
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu ...
Socrates Naik Dompeng: Logika Liar di Negeri Izin Fiktif
Di tanah Merangin dan Sarolangun yang ...

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Proyek Historiografi DAHA
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024
Menapaki Mimpi di Mesir dan Turki
Pelepasan Calon Mahasiswa 2023
Bahas Kerjasama Studi Luar Negeri