Siapa Murid Kesayangan Tuan Guru KH. Ali Usman?
*Fajri Al Mughni
Jika Sarwani merupakan santri kesayangan guru Irhami, lantas siapa murid kesayangan Guru Ali? Dia adalah Santani. Ingat Santani, otomatis akan ingat dengan Guru Ali. Sebaliknya, tidak sedap jika bercerita tentang guru Ali apabila tidak mengingat Santani.
Santani adalah santri kesayangan guru Ali. Santani galau jika Guru Ali tidak hadir, karena besar kemungkinan hanya Guru Ali yang kenal dengan santani di dalam kelas. Waktu itu, kelas untuk putra angkatan kami hanya ada dua. Kelas III A dan B. Santani berada di kelas B, kelasnya para santri pujangga. Saya termasuk di dalamnya. Saya berani bertaruh, bahwa santri dikelas kami lebih banyak dikenali dibanding kelas sebelah. Kawan-kawan pembaca dipersilahkan menerka-nerka apa penyebabnya.
Ketika mengajar, Tuan Guru Ali jarang sekali duduk dikursinya, beliau selalu duduk di atas meja. Tradisi ini jelas bukan karena guru Ali tidak sopan, apalagi mengajarkan ketidaksopanan kepada kami, namun karena Guru Ali ingin puas dalam menatap, mengajar dan mengotrol kami. Demi Allah kamipun sangat senang apabila Guru Ali mengajar dengan duduk di atas meja.
Ketika memulai pelajaran, biasanya Guru Ali menunjuk salah satu santri untuk membaca lebih dulu kitab Tafsir yang akan beliau ajarkan. Dalam proses penunjukan inilah hampir semua santri menundukkan kepala dengan berbagai macam model. Ada yang berpura-pura penanya jatuh, menulis entah apa yang ditulis, pura-pura menoleh ke samping namun matanya melirik Guru Ali dan lain sebagainya.
Tapi Santani? Dengan gagah menatap Guru Ali, dalam hatinya berkata, “saya siap untuk membaca kitab”. Kami di kelas tidak tahu dimana motivasi itu ia dapat. Sementara yang kami tahu Santani juga salah satu santri yang masuk ke As’ad dengan modal nekad (tamat SMP). Mungkin hal ini terjadi karena faktor Guru Ali menggunakan pendekatan yang cocok dengan santri-santri yang pribadinya seperti Santani.
Sekitar tahun 2013 saya bertemu dengan Santani. Kini beliau sudah sukses, banyak sudah karyanya. Tapi Santani tetap Santani, bersahaja, sopan, tegur sapa, paham adat dalam berkawan, dan tentunya sudah punya istri dan anak.
NB: hanya sekedar mengingatkan, Santani adalah ujung tombak As’ad dalam menyumbang piala Futsal.
Salam Kalam Literasi
Tulisan ini diambil dari buku “Silaturahmi Kaum Santri ala Alumni As’ad”.