Si Curut Sok Sibuk

Si Curut Sok Sibuk

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Si Curut Sok Sibuk

Si Curut Sok SIbuk

*Fajri Al Mughni

Kata orang, Curut itu ya tikus, cuma lebih kecil. Tapi kata Wikipedia, curut bukan tikus. Namun tetap masuk ke dalam jenis tikus. Aii.. tidak pentinglah itu. Bukan itu maksud dan tujuan tulisan ini.

Saya punya beberapa pengalaman menarik bersama si curut. Namun sampai hari ini saya masih belum memberinya nama. Karena bisa jadi, curut yang sering saya temui bukan curut yang sama.

Awal kisahnya begini, si curut sering hilir mudik sendirian dalam rumah. Ia menyisir di tepi dinding, kadang pagi, kadang siang dan kadang malam. Pokonya sekehendak hatinya. Kalau di tegur ia menoleh, sinis dan marah, Katanya, “ini negara bebas bung!”. Saya yang tak mau berdebat dengan curut, akhirnya cuek-cuek saja. Saya pastikan, dia tidak membaca buku. Apalagi buku tentang sejarah berdirinya demokrasi. Tapi kalau itu saya sampaikan, dia pasti menjawab begini, “Apa? Membaca katamu? Bahkan buku-buku itu ku makan”. Sudahlah kecil, degil pulak. Melawan cakap orang tua.

Tapi karena orang-orang di rumah merasa risih melihat ulah dan tingkah si curut, saya menerima usulan mereka agar si curut ditangkap dan diadili. Saya yang memang memiliki bakat dan hobi berburu, agak terpancing dengan itu. Mengatasi masalah kenakalan si curut, tak perlu rasanya melapor pihak yang berwajib, apalagi ke KPK. Selain karena KPK akan sulit melacaknya, mereka juga pasti menunggu laporan dari BPK.

Untuk itu, saya membeli perangkap tikus. Karena besar kemungkinan tidak ada yang menjual perangkap curut. Menurut pemilik toko, curut ya tikus. Tapi sudahlah, saya bayar dan lalu pulang.

Setelah perangkap siap, diberi umpan kepala ikan gabus goreng, lalu diletakkan ditempat si curut sering melintas. Tidak berapa lama, saya mengecek perangkap itu. Saya memang tak sabar untuk memberi pelajaran kepada si curut. Betapa terkejutnya, kepala gabus lenyap, perangkap tetap menga-nga, bahkan tidak bergeser sedikitpun. Ai mak.. lihai juga rupanya dia. Saya cek perangkap itu, kalau-kalau ada yang salah. Setelah di cek, rasanya benar semua. Disenggol dikit saja pemantiknya, bedetas bunyi penutupnya tertutup.

Oh mungkin si curut tidak menarik umpan, tapi menggerogotinya sampai habis. Licik memang. Saya ganti umpan ati ampela ayam, dipasang lagi perangkap itu tepat diposisi tadi. Memang agak lama dimakannya, sekali ditengok, masih ada umpannya. Dua kali ditengok, masih ada juga. Setelah entah yang keberapa kalinya, Allahu robbi.. ati ampela itu pun raib tanpa jejak.

Karena umpan dimakan, maka harapan untuk menjeratnya masih ada. Saya tahan sampai tak sanggup lagi, baru kemudian melapor ke PKP.

Saya mengganti umpan yang agak keras, kelapa tua bekas emak buat gulai santan. Dipotong kecil segi empat, lalu dibakar sedikit supaya mengeluarkan aroma harum agar si curut terpancing. Saya pasang lagi ditempat tadi. Setiap menit saya tengok, umpan masih utuh. Saya tinggalkan jalan-jalan ke gentala arasy, umpan masih tak dimakan. Hari berganti, si curut tak kunjung datang. Aroma umpan pun menghilang.

Apa mungkin dia menantang saya untuk melaporkannya ke KPK? Atau mungkin dia sedang ada kerjaan lain, atau sedang mengurus kartu keluarga, atau bisa jadi sedang jalan-jalan juga dengan sanak saudara, atau sedang pelesiran ke Malaysia, atau mungkin memang tak selera makan kelapa tua?

Saya pikir semua itu malah tak mungkin. Si curut sok sibuk, sampai-sampai tak sempat lagi makan.

Salam Kalam Literasi

Demi untuk menenangkan hati karena telah gagal menangkap curut, saya harus mengalih prasangka. Yang tadinya mengganggap curut harus dibasmi karena mengganggu, sekarang beralih kepada prasangka positif bahwa kehadiran curut itu sangat baik demi menjaga rumah dari hama kecoa, nyamuk, semuat dan sejenisnya. Karena menurut informasi, si curut merupakan hewan yang suka memakan serangga-serangga itu.  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

InstagramKLI

BacaanTerkini

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Daha
Proyek Historiografi DAHA
Literasi Digital
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Proyek Historiografi DAHA
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024