Saya Mahasiswa

Mahasiswa, sebutan yang sudah lama sekali saya idam – idamkan. Ya! Akhirnya setelah 15 tahun tertunda alhamdulillah Allah masih memberi kesempatan untuk dapat merasakan mencari ilmu lagi untuk melanjutkan pendidikan menengah saya ke tingkat yang lebih tinggi. Saya Mahasiswa. Menyandang status mahasiswa yaitu, pelajar yang sedang menimba ilmu diperguruan tinggi membuat percaya diri saya semakin berlipat. Meskipun banyak orang menyangka saya sedang menempuh pendidikan setingkat diatas sarjana karena umur yang sudah lewat masanya untuk mengenyam pendidikan sarjana.

Saat beberapa teman menyapa lewat media sosial “ wahh senang sekali bisa melanjutkan sekolah sampai ambil program S2.. “ saya pun hanya bisa jawab sambil nyengir “ Ah.. saya mahasiswa S1 kok”. Dan anehnya beberapa dari mereka tetap tidak percaya karena mengira saya merendahkan diri, sedangkan mereka yang percaya akan bereaksi “ ooh.. masih S1 ya? Kirain sudah S2”.

Anggapan dan tanggapan teman, keluarga dan orang-orang yang saya kenal rasanya tidak terlalu mempengaruhi dan menjadi penyemangat karena saya merasa bahagia dan senang sekali masih  diberi kesempatan untuk menuntut ilmu lagi dan bisa menyandang status sebagai mahasiswa. Satu lagi yang membuat saya merasa bisa membaur dengan mahasiswa yang rata-rata masih muda belia adalah fisik saya yang kurang tinggi sehingga bisa mengecoh asalkan dilihat dari belakang karena kalau dilihat dari depan pasti penyamaran saya akan segera terbongkar disebabkan oleh garis kerutan wajah yang tidak bisa saya tutupi. Satu lagi keuntungan saya menjadi mahasiswa tua yaitu banyak dosen yang cepat hapal dengan keberadaan saya dikelas yang akhirnya berimbas pada jumlah nilai saya yang tertera di KHS.

Predikat Mahasiswa membanggakan sekaligus berbuntut panjang alias banyak tanggung jawab yang harus ditunaikan. Selain aktivitas di kampus, mahasiswa juga dituntut untuk bisa berperan dalam lingkungan kehidupannya sehari-hari. Ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap seseorang yang punya status mahasiswa membuat mereka diharapkan mampu berbuat lebih dari pada masyarakat awam pada umumnya. Dengan modal ilmu yang telah dipelajari dan ditelaah selama menjadi mahasiswa tentunya membuat seseorang mempunyai pola pikir dan pengetahuan yang lebih luas.  Mahasiswa merupakan calon – calon pemegang tongkat estafet peradaban masyarakat dimasa berikutnya.

Menjadi mahasiswa sebuah Sekolah Tinggi Agama Islam menuntut saya untuk belajar lebih tentang ilmu agama. Beruntungnya saya, IAI Nusantara Muara Bulian tiap semesternya mengadakan ujian praktek yang terdiri dari ilmu-ilmu ibadah praktis yang bisa diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga saya sangat terbantu apabila harus praktek dimasyarakat lingkungan saya. Belajar di IAI Nusantara Muara Bulian menjadi perjuangan saya yang mempunyai dua ujung muara yaitu bekal untuk dunia dan akhirat. Menjadi mahasiswa IAI Nusantara Muara Bulian membuat saya mempelajari lebih tentang agama yang mana tidak saya dapati pada sekolah – sekolah umum yang dulu menjadi tempat saya belajar. Hal tersebut dapat menjadi bekal akhirat saya dan ijazah yang Insyaallah akan saya terima nanti bisa menjadi bekal saya didunia untuk pekerjaan yang saya tekuni.

Menjadi seorang mahasiswa bagi saya adalah anugerah yang tidak terhingga sehingga saya bertekad untuk menjalaninya secara normal seperti mahasiswa lainnya.  Hal tersebut tentu saja berarti saya harus konsekuen dengan apa yang sudah saya pilih dengan mulai merelakan waktu leha-leha untuk nonton TV ditukar dengan mengerjakan tugas dan minggu yang berharga untuk bersama keluarga seharian harus diganti dengan jadwal kuliah. Tapi saya memegang pepatah “ apa yang kau tabur itulah yang kau tuai”. Anggap saja saat ini saya petani yang sedang menanam, semoga 2 tahun kedepan saya sudah bisa panen, amin. Saya Mahasiswa

Salam Kalam Literasi

Eko Sundarti (Mahasiswa S1 yang dikira S2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

BacaanTerkini

Pen Besi di Kaki Ibu Siti, dan Besi Tumpul di Kepala Pejabat Negeri
Siti Maswa, Sang Perempuan dengan Pen ...
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu Daya”
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu ...
Socrates Naik Dompeng: Logika Liar di Negeri Izin Fiktif
Di tanah Merangin dan Sarolangun yang ...

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Manusia & Agama di Tahun Politik
Menapaki Mimpi di Mesir dan Turki
Pelepasan Calon Mahasiswa 2023
Bahas Kerjasama Studi Luar Negeri
Wisata Danau Sipin
Surat untuk Timnas Indonesia
Kenapa Cappadocia