Berpartner dalam Bisnis : Keuntungan dan Resiko

Risiko dan Keuntungan Berpartner dalam Bisnis.

Sejak tahun 1800an, Tiongkok berseru pada rakyatnya di seluruh dunia: “Jangan bergantung pada orang lain, jadilah mandiri, buka usaha sendiri, jika tak ada modal, buat lah kongsi!” Begitulah imbauan pemerintahnya.

Yang akan saya tandai adalah kalimat terakhir dari seruan itu: buatlah kongsi. Berpartner dalam bisnis? Benarkah saat kita membuka bisnis harus berkelompok atau memiliki rekan? Bisa ya bisa tidak. Sebelum berpartner dalam bisnis, periksa kembali situasi dan sifat anda sendiri. Karena bisa jadi ada ketidakcocokan antara situasi dan sifat pada rekan kongsi.

Rekan di sini bukanlah supplier yang menyediakan stok bahan, bukan juga reseller atau distributor produk, bukan pula orang yang menjadi rekan dalam membantu aktivitas bisnis. Yang dimaksud rekan kongsi adalah orang lain yang juga memiliki sebagian saham bisnis. Jika seseorang hendak membuka bisnis toko baju, ia berpatungan untuk modal, berbagi tugas untuk mengelola usaha, dan berbagi hasil bersih dari profit yang didapat. Misal berbagi rata 50:50, ia memiliki saham 50% dan rekannya memiliki saham juga 50%. Lalu bagaimana keuntungan dan resiko memiliki partner seperti itu?

Keuntungan pertama saat memiliki partner dalam bisnis adalah adanya pembagian modal yang dikeluarkan. Jika membuka bisnis sendiri harus menanggung modal sendiri semuanya, maka yang berpartner hanya menanggung separuhnya. Hal ini akan menambah peluang untuk membuka bisnis yang lebih besar daripada kesanggupan awal. Seandainya modal sendiri adalah sepuluh juta an hanya bisa membuat usaha sederhana, dengan dua orang maka akan jadi dua kali lipatnya dan usaha bisa lebih besar.

Kedua, pembagian tugas penting dalam usaha membantu perkembangan usaha lebih cepat. Misalnya satu akan bertanggung jawab di bagian produksi dan rekan kongsi akan menangani bagian marketing. Selanjutnya, jika ada kendala berat pada usaha tersebut, dapat dipikirkan secara bersama sehingga akan muncul lebih banyak opsi untuk jadi solusi.

Namun jangan hanya melihat keuntungannya saja, karena resiko dalam memiliki kongsi usaha juga harus diperhatikan. Yang paling banyak terjadi saat kita memiliki partner usaha adalah adanya frekuensi yang tidak sama dalam bekerja untuk mengembangkan bisnis. Bisa jadi yang satu terlalu ambisius dalam bekerja dan bisa disebut workaholic, dan yang lain ternyata agak pemalas dan terlalu mudah puas.

Maka dua sifat itu bertentangan dan tidak bertemu di frekuensi yang sama, sehingga akan menjadi kerikil penghambat dalam jalannya usaha. Perbedaan pendapat dalam mengarahkan navigasi perusahaan juga akan menjadi batu sandungan. Banyak usaha yang dulunya kongsi, dan akhirnya pecah kongsi karena tidak satu visi atau berbeda pendapat saja.

Hambatan selanjutnya dan yang paling tragis, adalah pengkhianatan rekan kerja. Hal inilah yang harus paling dihindari karena akan merugikan salah satu pihak, karena memang, meskipun di awal semuanya baik-baik saja dan berjalan mulus, tapi banyak pengalaman yang pedih hanya karena pengkhianatan yang didasari kerakusan. Bahkan, ada beberapa kongsi bisnis yang berakhir dengan perampasan.

Pengalaman penulis sendiri saat berpartner dalam bisnis pertama kali ketika membuka usaha kursus bernama Alfa Academy. Masalah utama sebenarnya sederhana, karena tidak satu frekuensi. Yang satu bekerja keras menghidupi bisnisnya, yang satu menyerahkan begitu saja dan sibuk dengan pekerjaan lain. Alhasil, bisnis itu pun akhirnya tutup dan  menyisakan hutang yang harus dibayar ke beberapa pelanggan karena belum mendapatkan hak mereka.

Pengalaman yang agak pahit dialami saat penulis sendiri membuka bisnis restoran, yang berujung pengkhianatan dan perampasan hak. Perjanjian awal membuka bisnis dengan nama dan hak kepemilikan berdua, namun saat salah satu absen karena sakit, dan beberapa alasan lain, hak kepemilikan restorannya dicabut dari cabang-cabang baru restoran tersebut kecuali outlet pertama. Padahal, di awal perjanjiannya adalah dua pemilik berhak mendapat hasil dari seluruh cabang dari restoran tersebut. Itulah salah satu contoh nyata pengkhianatan dan perampasan hak yang terjadi dan bukti untuk resiko berpartner dalam usaha tanpa antisipasi yang jelas.

Maka dari itu, sangat penting jika ingin berkongsi dalam bisnis untuk mengadakan perjanjian kontrak yang sah diketahui notaris. Karena jika terjadi hal yang tak diinginkan dan tidak sesuai dengan perjanjian yang tertera, akan dapat diproses secara hukum Negara dan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika sudah ada perjanjian yang sah dan legal menurut hukum, maka tidak masalah berkongsi bisnis.

Perusahaan besar pun hampir semuanya berkongsi dan tidak dimiliki hanya satu orang saja, tetapI beberapa orang. Google, yang merajai perusahaan pencarian di internet didirikan oleh dua orang yaitu Larry Page dan Sergey Brin, dan sahamnya pun dimiliki oleh beberapa orang lain. Begitu pula perusahaan besar lainnya seperti Apple, Microsoft, Samsung, Toyota, Gojek, Grab, Indofood, dan lain-lain.

Alif Rahman Hakim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

BacaanTerkini

Pen Besi di Kaki Ibu Siti, dan Besi Tumpul di Kepala Pejabat Negeri
Siti Maswa, Sang Perempuan dengan Pen ...
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu Daya”
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu ...
Socrates Naik Dompeng: Logika Liar di Negeri Izin Fiktif
Di tanah Merangin dan Sarolangun yang ...

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

Siti Maswa, Sang Perempuan dengan Pen Besi yang Masih Menancap di Kaki
Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024