Pulang Ke Jambi atau Tetap Menjadi Guru di Riau

Pulang Ke Jambi atau Tetap Menjadi Guru di Riau

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Pulang Ke Jambi atau Tetap Menjadi Guru di Riau

Pulang Ke Jambi atau Tetap Menjadi Guru di Riau

*Fajri Al Mughni

“Menjadi guru itu tidak boleh pilih-pilih kelas, yang penting ada murid. Jika tak punya murid, ajarlah dirimu sendiri”. Guru Siroj

Kisah lain yang beliau ceritakan tentang perjalanan hidupnya, ketika Guru Siroj merantau ke Riau. Disana beliau sangat dihormati, dielu-elukan, bahkan tidak berlebihan saya katakan, “bahwa kehadirannya telah menghambarkan gula penduduk Riau”.

Guru Siroj adalah seorang guru, maka dimanapun ia berpijak, mengajar adalah tujuan utamanya. Di tempatnya itu, sebenarnya banyak juga guru-guru yang lain, tapi ketika Guru Siroj hadir, semua tak berani mengaku sebagai guru. Meski dipaksa dengan segala cara, imam masjid tak mau maju. Katanya, “ada Guru Siroj”. Khotib mendadak menjadi bilal. “Kami mau mendengar Guru Siroj yang berkhutbah”. Guru-guru yang biasa memberi kultum, duduk menepi, dan mempersilahkan Guru Siroj duduk di tengah. Di Riau, beliau menjadi tauladan bagi masyarakat. Sedikit-sedikit, guru Siroj. Imam Guru Siroj, Khotib Guru Siroj, kalam dimulai, kalam diakhirir oleh Guru Siroj.

Waktu itu, Sang Guru masih lajang, rambutnya masih panjang dan hitam, jenggotnya rapat dan lebat, kelihatan sekali kharismanya. Wajahnya putih, tampan, hidungnya mancung, kalau beliau tersenyum, dagunya menjadi ranum. Lesung pipitnya samar, tampak macam buatan, tapi asli karunia Tuhan.

Ibu-ibu di sana sering berucap, “Guru Siroj masih muda, tampan dan berilmu pula”. Bapak-bapak “men-nua-kannya”, meskipun umurnya jauh lebih muda. Anak-anak muda menganggapnya sebagai orang tua, walaupun umurnya tak jauh berbeda. Bagaimana dengan para gadis remaja? Mereka hanya bisa berharap, “andai tak bisa berjodoh dengan Sang Guru, minimal dapat yang seperti itu, jadilah”. Mereka tidak berani berkhayal lebih, karena katanya, “saye dan Sang Guru berbeda kasta. Beliau ulama yang berkharisma, sedangkan saye adalah gadis biasa saja”.

Tapi ternyata, dari sekian banyak orang tua yang tak percaya diri dan pesimis, ada juga yang berani menyampaikan niat suci meminta kepada Guru Siroj agar ia mau menjadi menantu. Guru Siroj tersipu malu. Beliau adalah seorang pemuda yang berakhlakul karimah tinggi. Tidak mau menyakiti, selalu menjaga diri agar orang-orang tak tersinggung oleh lisannya, dan selalu memohon petunjuk kepada Tuhan setiap apa yang hendak beliau lakukan.

Kabar tentang ada orang tua yang ingin menjadikannya menantu di Riau, sampai kepada emaknya di Tanjung Johor. Sang Emak gelisah mendengar itu. Ia bukan tak percaya kepada gadis Riau, ia juga yakin bahwa anaknya selalu beristikhoroh, tapi satu saja yang dikhawatirkannya, “ia takut anaknya tak pulang-pulang lagi ke Tanjung Johor”.

Setelah beberapa hari Emak menimbang-menimbang, akhirnya ia mengutus adik Guru Siroj untuk menjemput abangnya ke Riau. Setelah adiknya bertemu dengan Gru Siroj, ia menyampaikan pesan emak. “Bang, kato emak, jangan ganggu gadis Riau tanpa seizin beliau”. Sang Guru tersenyum, karena beliau paham maksud emaknya. Dulu sebelum berangkat ke Riau emak pernah berpesan, “kalu nak nyari jodoh, orang Jambi baelah, biak dekat dengan emak dan keluargo di Tanjung Johor”.

Kata bang Rhoma Irama, “Ibu itu keramat hidup”. Semua cakapnya, harus di-iya-kan. Karena selain Ibu merupakan kaki tangan Tuhan, ia juga telah makan asam garam lebih banyak dari manusia manapun.

Singkat cerita, Sang Guru pulang ke Jambi. Kembali mengabdi menjadi guru di Jauharen, As’ad dan masyarakat Jambi.

“Emak itu tidak hanya keramat hidup, tapi juga penyelamat kematian”. Guru Siroj

Salam. Kalam Literasi

Tulisan ini diambil dari naskah buku, “Kesederhanaan Guru Siroj: Nasihat dan Tunjuk Ajar K.H. Ahmad Sirojuddin, HM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

InstagramKLI

BacaanTerkini

Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Daha
Proyek Historiografi DAHA

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Proyek Historiografi DAHA
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024