Mereka saja membuat perubahan pilihan politik. Tidak teguh pendiriannya. Masak kita tak boleh berubah mau memilih siapa. Dulu mereka akrab, sekarang mereka berganti kawan collab. Maka, jangan gampang termakan bujuk rayunya. Orang melayu memang pandai merayu. Kata mereka, “budaya itu jangan sampai layu”. Cuma mesti tengok-tengok juga, jangan nanti setelah kau terbuai, ia abai.
Bakal calon Gubernur, Syarif Fasha entah kemana. Balehonya ada, besar pula. Tapi nampak-nampaknya belum keluar rayuannya. Kata pengamat warung kopi, “Tackle Fasha kurang keras”. Waw.. ngeri sekali pernyataan ini.
Fachori Umar mulai melambai. Bisa jadi lambaian selamat tinggal, bisa juga lambaian selamat datang, atau boleh jadi lambaian kemenangan, meski belum masuk babak final. Kabar-kabarnya, bakal wakilnya seorang Jenderal Polisi. Kalau tak salah namanya Syafril Nursal. Saya belum pernah dengar nama ini sebelumnya. Entahlah di masayarakat. Jangan-jangan saya saja yang kurang gaul. Kata orang, Jenderal Syafril dari Kerinci. Sama dengan AJB, yang bakal menjadi wakil Fasha. Atau jangan-jangan malah AJB nanti yang jadi gubernur. Bisa saja.
Sebelumnya masyarakat menganggap Fachrori terlalu lembek. “ah pak Fachrori tidak mungkin mampu bersaing dengan calon-calon lain yang berjiwa Spartan”. Mereka yang berkomentar seperti itu tidak sadar bahwa Fachrori ini melayu tulen. Ia mampu merayu, sehingga bunga tak jadi layu. Sekali saja beliau berpantun, angin berbalik arah. Sehingga kayuhan perahu makin berat. Begitu muncung perahu menghadap ke arahnya, duo pantun beriringan, sehingga angin berpihak kepadanya. Tak heran jika perahu melaju kencang.
Flyer dan baleho Cek Endra dengan bu Ratu cerah sekali. Warna kuning dan merah menyatu. Tukang desainnya kelihatan handal. Bayarannya juga pasti mahal. Andai pun tak dibayar, masa depan tukang desainnya mungkin akan cerah. Jika menang. Tapi jika kalah, ia kembali bekerja seperti biasa. Cek Endra berhasil mencabut bu Ratu dari sarang PAN. Kata bu Ratu sih bukan dicabut, tapi dianya sendiri yang keluar. Kalau melihat iklan-iklan di media sosial, pasangan ini sudah selesai bongkar-pasang. Kata pengamat warung kopi lagi, Cek Endra tacklenya lembut. Dia berhasil merebut bola tanpa menyentuh kaki lawan. Tapi tetap saja lawannya kesal. Minimal kecewalah. Sekarang mereka mulai fokus meracik rayuan.
Uwo Haris mulai diperhitungkan. Tidak dapat tidak, meski tak pakai jas berkantong safari, safarinya sangat efektif. Katanya juga, tak perlu beli pemain mahal, yang penting nanti harga jualnya bernilai. Uwo Haris mengaku milenial. Mungkin atas dasar usulan timnya. Tapi saya lihat milenialnya belum maksimal. Tiktoknya kurang total. Paling tinggi bawa toa yang sering dipakai mahasiswa untuk demo. Atau keluar masuk hutan pakai motor trail. Kalau saya boleh usul, coba sesekali uwo Haris kolaborasi tiktok sama anak-anak punk. Sekalianlah ajak mereka tobat dan hapus tatonya.
Tapi jangan salah, Uwo Haris juga melayu tulen. Pantang baginya tak berpantun. Katanya, “batang sapat ku buat papan, untuk dinding di pondok nan tinggi. Gedang niat di dalam badan, hendak membenah negeri ini”. Masya Allah.. bukan main. Terbuai awak dibuatnya. Abdullah Sani kemana nih? Ikutan milenial dong.. sesekali main tiktok juga.
Fajri Al Mughni