4 Persamaan Terasi dan Literasi

4 Persamaan Terasi dan Literasi

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

4 Persamaan Terasi dan Literasi

Persamaan Pertama: Bau yang Sama

Sama dengan terasi yang juga mengeluarkan bau khas. Bedanya, setelah orang mencium bau terasi, mereka cenderung mendekatinya, dengan harapan dapat menyantapnya. Kebalikan dengan literasi, yang apabila orang tercium “bau”nya, mereka akan menjauh. Jadi, terasi dan literasi sama-sama bau.

Persamaan Kedua: Harus Diolah

Sebelum terasi tersaji menjadi santapan, ia harus diolah terlebih dahulu. Bahan dasarnya, ikan atau udang harus diluluhlantakkan, baik menggunakan alat modern atau dengan alat tradisional. Sama dengan literasi, sebelum ia menjadi konsumsi publik, bahan dasarnya yaitu huruf dan kata harus diolah dan disusun sedemikianrupa sehingga menjadi kalimat. Narasi-literasi.

Bedanya, meskipun sama-sama diolah, nyatanya olahan terasi lebih banyak diminati dibanding olahan literasi. Bahkan terasi menjadi primadona diantara banyak menu lezat lainnya.

Persamaan Ketiga: Variasi Adonan

Terasi, tidak hanya berasal dari udang saja, tapi juga ada jenis terasi campuran. Campuran udang dengan ikan, dengan tempe, tahu, kentang, timun, beras, jagung, melon, apel, manggis, mangga, jeruk, semangka, kemiri, pala, jahe, ketumbar, bawang, tomat, markisa, stroberi, dan lain-lain. Saking banyaknya campuran, hal ini membuat identitas dan integritas terasi terkadang tercoreng. Tapi bagi sebagian penikmat terasi, hal-hal tersebut tidak penting, yang penting makan terasi, pedas, berkeringat, puas dan tidur pulas.

Sama dengan literasi, entah siapa yang memulainya, sehingga literasi memiliki bentuk dan jenis yang beragam. Jadi, jika orang-orang diberikan kebebasan untuk memilih dan menikmati terasi mana yang mereka suka, maka begitu juga harusnya dengan literasi. Orang-orang wajib diberikan kebebasan untuk memilih dan menentukan literasi apa yang mereka sukai. Mau baca kitab mazhab yang empat, menikmati literasi wahabi, memperkaya logika dengan filsafat, meresapi Al-Quran dengan ragam-macam tafsir, menggali dan mengetahui ilmu perdukunan, membaca puisi, menguasai filsafat seks india (kamasutra) dan lain sebagainya. Bebaskan saja.

Persamaan Keempat: Menunjukkan Jati Diri

Terasi tidak hanya sekedar ada, namun juga terus eksis. Sehingga keberadaannya benar-benar mewarnai dunia kuliner nusantara, bahkan sampai ke mancanegara. Jamaah haji dan umrah khususnya dari Indonesia merasa kurang afdhal ibadahnya jika dalam bab makan tidak ada menu terasi. Para atlet terkadang curi-curi peluang dan main kucing-kucingan dengan aturan makan demi bisa mendapatkan menu terasi. Anak rantau rela menunda makan sampai kiriman terasi dari emaknya tiba, dan para suami sanggup mengantar dan menemani istri masuk gang-gang sempit di pasar demi mendapat terasi terbaik.

Bagaimana pula dengan literasi? Dalam menjaga eksistensinya literasi rela dipermak-permak. Dulu seorang penulis akan dikatakan hebat apabila mampu menulis literasi yang panjang serta susah dipahami. Katanya, “makin susah dimengerti, semakin hebatlah literasi itu”. Lalu kemudian orang-orang menjadi jenuh membacanya. Literasi mulai merubah pola, yaitu dengan tulisan yang tidak terlalu panjang dengan bahasa yang mudah dimengerti. Ternyata, masih ada juga yang tetap merasa jenuh.

Tidak habis di situ, literasi menemukan format baru, yaitu tulisan serius tapi dinarasikan dengan humor dan guyonan. Pola ini sedikit berhasil. Tapi pada beberapa tempat, literasi yang seperti itu “tak laku”. Tidak masuk dalam kriteria borang. Intinya, terasi dan literasi sampai saat ini masih terus berlomba-lomba menunjukkan jati dirinya. Namun yang pasti, keduanya tidak bisa jalan bersama kecuali pada artikel ini.

Untuk itu, demi keutuhan, kelanggengan, keharmonisan, dan eksistensi terasi dan literasi, ayo perbanyak makan terasi dan akses semua jendela literasi.

Salam Kalam Literasi
Fajri Al Mughni
18 Juni 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

InstagramKLI

BacaanTerkini

“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu Daya”
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu Daya”
Socrates Naik Dompeng: Logika Liar di Negeri Izin Fiktif
Socrates Naik Dompeng: Logika Liar di Negeri Izin Fiktif
Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Manusia & Agama di Tahun Politik
Menapaki Mimpi di Mesir dan Turki
Pelepasan Calon Mahasiswa 2023
Bahas Kerjasama Studi Luar Negeri
Wisata Danau Sipin