Ojo Sambat oleh Nofitriana Ardi
Segelas energen hangat rasa kacang hijau diseruput pelan-pelan dipagi hari yang sejuk dengan suhu 20ºC biasanya 16-19ºC dipagi hari. Hari ini sedikit lebih hangat dipagi hari, tak sebeku biasanya. Murrotal Al-qur’an dipagi hari adalah kesejukan bagi nurani, umpan bagi pendengaran sebelum mendengar hingar bingar dunia yang kadang menimbulkan banyak penyakit hati.
Buku kecil berisi kumpulan dzikir pagi dan sore adalah nutrisi bagi mata dishubuh atau pagi hari sebelum mata terbelalak pada notifikasi whatsapp, ig, fb dan sederet postingan social media yang suka memancing naluri mengkritik, menggerutu atau sejenis respon positif or negative tergantung apa yang dilihat dan lagi-lagi kalau tak pandai dalam mengelola rasa bisa-bisa rusak otak-hati-pikiran hingga moral dihantam dunia maya. Ya begitulah realita yang ada.
Makanya bijak menggunakan social media “Alarm untuk diri sendiri”.
Merdu pula terdengar kokok ayam dipagi hari, kalau sudah terdengar nyaring suara ayam berkokok bahagia saja rasa dihati. “Kok bisa Cuma dengar suara ayam berkokok gembira rasa hati?”, nah itulah yang disebut bahagia itu sederhana meski mafii pulus dan meski hidup tak dalam tumpukan harta atau kemewahan tapi hati terasa luas, senyum merekah, tawa lepas, makan lahap, tidur nyenyak hingga suara kokok ayampun menjadi bagian dari BAHAGIA.
Gimana tak bahagia, bayangin saja pas ayam berkokok malaikat lewat terus kita berdo’a dihati atau dilisan mudah-mudahan ALLAH kasih rejeki berlimpah dan barokah terus tiba-tiba malaikat ngaamiinin meski telinga manusia tak mendengar tapi yang jelas kalau sudah dengar si ayam berkokok hati otomatis berdo’a. Ya, do’a yang ringan saja tapi rutin tiap pagi setiap dengar suara ayam berkokok. Masa sich nggak ALLAH ijabah kalau sudah setiap pagi dirutinin minimal setiap hari menyambut pagi dengan bahagia sebagai bentuk rasa syukur dari banyaknya nikmat kehidupan. ALHAMDULILLAH.
Keingat keluh kesah kemarin siang:
Haduchhh banyak kali rintangan mau selesai tugas akhir ini, mana judul masih belum fix. Pusinglah…aku tu mau cepat selesai mau cari duit, lihat teman-teman digrup wa pada sibuk dana cair. Kalau lama selesai makin banyak habis duit, dikota ini ngeluarin duit buat kuliah kalau cepat selesai cepat juga menghasilkan duit. Jadi harus segera tapi dosen ni dan jadwal tunggu ujian ni lama kali lah.
Begitulah gerutu perempuan yang berstatus PNS, cuti kerja karena melanjutkan pendidikan pasca sarjana dikota kembang. Gusar sekali kelihatannya, mengerjakan segala sesuatu ingin cepat. Menggerutu dan memprotes keadaan yang tak sesuai harapannya.
Gadis periang yang duduk disamping si ibu dengan santai menyantap makan siangnya dengan menu ayam goreng sayur nangka khas rumah makan sederhana. Menyimak saja omelan si ibu. Beliau ngomel pada keadaan, beliau seolah diburu oleh keinginan. Keinginan buat menghasilkan duit bukan ngabisin duit dengan cara segera selesai kuliah dan kembali ke dunia kerja. Ya itu yang membuat perempuan berstatus PNS itu Gundah gulana.
“Bu, listen to me (suara lembut anak gadis periang menyapa si ibu yang duduk disampingnya)”
“Apa??? (sedikit menoleh dan terlihat serius sekali)”
“Santaiii bu. Bu kenapa gusar kali?, coba dengar…”
Belum lagi selesai si gadis menjelaskan, si ibu udah nyamber aja.
“Soalnya pengen cepat selesai, pengen cepat cari duit. Disini Cuma ngabisin duit, pusinglah banyak kendala ini itu. (mengeluh dan menggerutu)”.
Bu, bu… “Secupak tidak akan jadi segantang, segantang tak akan jadi secupak” ngertikan ibu maksudku…(sambil tersenyum lebar dan masih terus nikmati makan siangnya)
“Hahaha iya ngerti, iya sich…tapi…”
“Sudahlah bu, kerjakan saja apa yang ada sekarang. Jangan banyak keluh dan gerutu ini itu. Kalaulah sudah rejeki ibu tak mungkin jadi milik orang lain, jangan irilah bu sama rejeki orang lain nanti ada masanya jatah ibu. Sekarang jatahnya ibu berupa ilmu, proses pendidikan yang harus dilalui. Nikmati saja bu yang namanya “Secupak tidak akan jadi segantang, segantang tak akan jadi secupak” itu artinya kalau rejeki ibu udah ditetapkan 1M ya pasti dapat 1M tidak kurang tidak lebih. Kalau tidak, mau ibu jungkir balik sekalipun tak akan dapatlah seperti yang ibu khayalkan. Ketetapannya ALLAH bu”.
“Betapa tak santunnya anak gadis bersuara lembut ini menasihati orang yang lebih tua berkali lipat lebih tua, oh Tuhan maafkan diri ini kalau berlagak terlalu bijak atau tak sepantasnya demikian. Namun, itu spontanitas saja terjadi (perasaan tak enak didalam hati)”
“Maaf ye bu, tak maksud diriku menggurui ibu”.
“Hahaha benar memang katamu sambil menghelakan nafas lalu diam dan menahan keluh kesahnya”.
Kadang kita suka lupa buat bersyukur dengan apa yang dimiliki. Gelisah mikirin yang sudah jadi ketetapan, protes ini itu, keluh kesah sana sini, sibuk saja ngomel yang diomelin juga tak tepat sasaran…hahaha buang-buang energy saja.
Duduk tunak-tunak alias tenang-tenang, bapikir elok-elok (baik-baik) gimana cara menghubungi dosen yang payah dihubungi, minta daring di wa dak dibalas, ditemui langsung tak pula berkenan. Awak kirimkan Al-fatihah lah diwaktu-waktu mustajab mudah-mudahan lembut hatinya dan mudah semua urusan. Ada juga teman yang bolak balik ganti judul, ganti metode penelitian. Pokoknya semua punya cerita tersendiri dalam proses bimbingan atau pendidikan untuk menuju garis finish ya apalagi kalau bukan wisuda meski virtual. Wisuda ala pandemi corona.
Diluar sana orang sibuk dengan penghidupan masing-masing, sibuk pula dengan keluhan masing-masing dan banyak juga yang sibuk mengumpat rejeki yang sudah ditetapkan atau mengumpat nasib dalam kehidupan. Begitulah panggung kehidupan semua mengambil peran sesuai peranan yang dilakoninya. Kamu lakonan yang mana?, lakonan pengeluh dan pengumpat setiap keadaan atau melakoni karakter kepribadian yang tenang tunduk syukur dan terus menikmati kehidupan tanpa banyak protes ini itu.
Apapun peranmu diatas bumi yang dipijaki ini, nikmati saja. Carilah bahagia tanpa pura-pura bahagia, carilah penghidupan yang tak sekedar hidup tapi mestilah bermanfaat dalam kehidupan. Teringat seorang dosen pembimbing yang nasihatnya laksana embun dipagi hari, seperti malaikat yang membentangkan sayapnya pada seorang mahasiswi bimbingannya yang kala itu menangis karena sulitnya bimbingan dengan pembimbing I. Kata si ibu via zoom meeting 15 menit sebelum bimbingan berakhir: “Jangan anggap kesulitan hidup menjadi akhir dari segalanya, ini hanya periode dalam kehidupan yang akan terlewati.
Jangan banyak berharap pada manusia karena manusia itu banyak kekurangan dan kesalahannya hanya akan menempah kekecewaan saja. bersyukur atas segala kenikmatan yang ALLAH berikan, sekian banyak nikmat dalam kehidupan. Kesulitan hari ini hanya ujian kecil saja, besar atau kecil ujian tak mampu mengalahkan banyaknya nikmat dalam kehidupan jadi bersabar dan banyak berdo’a yang penting usaha dan tak pernah menyerah. Kita dilahirkan untuk mampu menghadapi banyaknya kesulitan hidup jadi artinya kita, ALLAH kasih kemampuan untuk melewati semuanya percaya saja kesulitan seperti apapun pasti terlewati”.
Jadi yo wiss toh ojo sambat (Jangan Mengeluh) begitu kata yang pernah ku dengar dari teman yang bersuku jawa. Kesulitan hidup seperti apapun ojo sambat apalagi soal rejeki jangan membuat hati gundah yang penting ikhtiar dan usaha. Banyakin syukur saja jangan kufur. Hidup jangan banyak keluh biar bahagia selalu. Kata ibunda tercinta kalau lah sudah rejeki sampai juga kebadan diri, kalau bukan rejekinya badan idak akan sampai ke kerongkongan biar sudah dalam genggaman yang namanya idak rejeki awak ya bakal lepas juga. Intinya ya jangan banyak khawatir yang namanya rejeki tak akan tertukar seperti putri yang tertukar (film mak-mak zaman jadul). Selamat mengais rejeki semuanya semoga berlimpah dan barokah.
Salam Kalam Literasi
Kota Kembang, 11 Agustus 2020 Pukul 08.19 WIB