Musim Keladi, Bukan Musim Janda

Musim Keladi, Bukan Musim Janda

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Musim Keladi, Bukan Musim Janda

Musim Keladi, Bukan Musim Janda

*Fajri Al Mughni

Yang paham keladi, silahkan sebut namanya. Yang tak paham, tolong jangan asal sebut. Apalagi menyebutnya dengan “janda”. Tidak sopan.

Kata bang Bakri, yang digambar itu namanya keladi kipas cino. Kata bang Rozik, bukan. Bukan itu namanya, tapi itu keladi kipas lokal. Entah mana yang benar. Dari gelagatnya, dua-duanya salah.

Orang tua kanji, kamu sebut tua-tua keladi. Yang muda kanji, dimaklumi. Katanya maklum masih muda. Apa mungkin makin tua, getahnya semakin gatal? Bisa jadi.

Dulu, dimana saja ada keladi, siapa saja berhak meminangnya. Tinggal tebang atau congkel tanahnya, lalu cabut, bawa pulang. Kalau ada yang nanya, itu keladi siapa? Kok main tebang bae? Tinggal jawab, “ai keladi kitolah”.

Sekarang tidak lagi. Keladi dijaga ketat. Seperti anak gadis Seberang jaman penjajah. Heran? Tidak perlu heran. Hidup memang begitu. Kadang dianggap, kadang tidak. Sekarang giliran keladi yang populer. Saya khawatir si keladi bertambah manja hidupnya. Bukan hanya mau tumbuh dan hidup ditempat lembab, tapi juga betingkah minta pupuk dan tinggal dalam kamar. Semenit tak disiram, ia merajuk, layu, lalu pura-pura sakit dan akhirnya mati dalam keadaan tidak tenang.  

Dulu, keladiku, keladimu adalah keladi kita semua. Tapi saat ini tidak berlaku lagi. Semua orang berebut mempatenkan hak milik. Asal ia tumbuh dalam pekarangan, maka jangan coba-coba ditebang sembarangan, akibatnya bisa fatal. Putus silaturahmi dibuatnya.

Dibelakang rumah Yuk Eva banyak bantang keladi, daunnya sehat-sehat. Kalau ada yang bolong, berarti tersenggol oleh orang yang sering mancing belut disekitar batangnya. Tapi sekarang nampaknya daun keladi bolong tidak menjadi soal, konon harganya bertambah mahal.

Ada yang bilang, daun keladi bolong itu memang jenis keladinya berbeda. Bukan seperti keladi yang banyak dibelakang rumah Yuk Eva. Kata orang, keladi yang daunnya bolong hidupnya ditempat keras, dibatang-batang pohon berlumut, dipohon kelapa yang terlantar, dan terkadang di dalam semak-semak belukar. Tapi apa peduliku, toh itu keladi juga. Tolong jangan dibeda-bedakan seperti itu. Hargai perasaan keladi lainnya. Keladi juga punya hati.

Keladi punya hati? Kalau begitu, bagaimana perasaannya ketika ia dipanggil dengan sebutan janda? Misalnya janda bolong, janda kopi, kopi janda, dan lain-lain? Saya kira, si keladi juga tidak peduli. Cuma mungkin tetap saja ia tak sudi disebut begitu. Karena ia menimbang perasaan para wanita. Lebih-lebih yang berstatus janda. Rasanya, sungguh naif sekali keladi dinamai dengan janda. Maksudnya bercanda? Bercanda kok rasis. Kalau di Eropa, para pelaku rasis dihukum berat. Dalam sepak bola, mereka bisa dijatuhi larangan bertanding 3 kali, bahkan lebih.

Siapa sih yang memberi nama keladi dengan nama janda? Kreativitasnya standar sekali. Tidak asik. Selera humornya rendah. Semoga saja penamaan itu tidak membuat popularitas keladi meredup gara-gara kualat.

Ayo tanam keladi. Kalau bisa keladi yang isinya bisa dimakan. Biar sehat macam bang Mansur dana yuk Sinta.

Salam Kalam Literasi

Musim keladi, 22 Oktober 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

InstagramKLI

BacaanTerkini

Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Daha
Proyek Historiografi DAHA

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024
Manusia & Agama di Tahun Politik
Pilpres dan Mahasiswa
Menapaki Mimpi di Mesir dan Turki