Memandang Gentala Arasy

Menyebutnya mudah saja. Tapi ketika harus mempraktikkannya secara terus-menerus. Apakah masih mudah?

Buya Hamka mengartikan berani ialah tiada gentar menghadapi bahaya demi menghindarkan bahaya yang lebih besar.

Contohnya terjadi peristiwa kebakaran di sebuah rumah, lalu, pada salah satu kamar ada teriakan anak kecil meminta tolong. Datanglah seseorang berlari menerobos rumah yang mulai terbakar itu untuk menyelamatkan anak kecil yang berteriak tadi.

Tindakannya disebut berani walau beresiko dia pun bisa ikut terjebak di dalam rumah yang terbakar itu. Dan tentu saja, dia juga bisa meninggal dunia karna terbakar api.

Kisah-kisah heroik, kepahlawanan yang kita baca, dengar, tonton, atau saksikan langsung itu, dilakukan oleh mereka yang berani.

Kalau saja Orang Kayo Hitam tidak gelisah melihat praktik pemungutan pajak oleh Kesultanan Mataram ke Kesultanan Jambi dan berani memberhentikannya. Kesultanan Jambi akan tetap saja ditindas dan tak ubah seorang budak. Orang Kayo Hitam pergi seorang diri menuju Tanah Jawa dengan tujuan meneguhkan eksistensi kedaulatan Kesultanan Jambi. Harus bertarung dan tentu berisiko kematian. Namun oleh karna keberaniannya akhirnya Raja Mataram menghentikan kebijakan kerajaan mereka untuk memungut pajak ke Kesultanan Jambi serta memberikan hadiah kepada Orang Kayo Hitam. Keris Siginjai. Yang kemudian hari dijadikan Lambang Kesultanan dimasa Kepimpinan Orang Kayo Hitam.

Waktu bergulir. Kehidupan berlanjut. Masa beralih. Kerajaan-kerajaan di Nusantara tumbang. Indonesia merdeka. Jambi menjadi sebuah Provinsi yang berdulat. Dan kalau saja anak Sungai Abang Sarolangun itu tak berani memutuskan pendirian Monumen di Jambi Sebrang. Sampai kini mungkin kita tak bisa melihat kemegahan Gentala Arasy.

Ahmad Fikri Syarif
Yogyakarta, 16 Juni 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

BacaanTerkini

Pen Besi di Kaki Ibu Siti, dan Besi Tumpul di Kepala Pejabat Negeri
Siti Maswa, Sang Perempuan dengan Pen ...
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu Daya”
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu ...
Socrates Naik Dompeng: Logika Liar di Negeri Izin Fiktif
Di tanah Merangin dan Sarolangun yang ...

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Proyek Historiografi DAHA
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024
Manusia & Agama di Tahun Politik
Pilpres dan Mahasiswa
Menapaki Mimpi di Mesir dan Turki