Manusia & Agama di Tahun Politik

Manusia & Agama di Tahun Politik

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Manusia & Agama di Tahun Politik

Manusia & Agama di Tahun Politik: Selingkuh atau Setia?

Paradoks Agama dalam Realitas Sosial dan Politik

Manusia & agama seperti sumber air yang tak pernah berhenti memberikan kearifan kepada yang mencari. Seiring diperdalam, kearifan nya semakin jelas. Ketika manusia berhadapan dengan paradoks agama dalam kehidupan, gairah mereka meletup dalam realitas sosial, politik, dan keagamaan. Manusia sering menggunakan “topeng sosial” untuk menyembunyikan diri, menjadi semacam manusia politik. Agama, sayangnya, terkadang hanya menjadi bayangan kebaikan sesaat tanpa menjadi penunjuk jalan sejati.

Lantas Bagaimana eksistensi manusia & agama di era politik ini? Tetap setia pada norma ilahiyah atau tergoda kepentingan pragmatis?

Eksistensi Manusia dan Agama di Era Politik: Setia pada Norma Ilahiyah atau Terbuai Kepentingan Pragmatis?

Pemilihan Umum (PEMILU) menjadi acara yang sangat menghibur, setidaknya bagi penulis sendiri. Kampanye sudah dimulai sejak jauh sebelum KPU merilis jadwal resmi. Fakta ini terlihat di mana-mana, terutama di jalan-jalan utama, spanduk berbagai ukuran dengan kombinasi warna penuh menghiasi pemandangan. Tak hanya di perkotaan, bahkan di pedesaan dan sekitar sawah, spanduk-spanduk beraneka ragam menyebar luas.

Menjelang pemilihan umum tahun 2024, setidaknya ada tiga fenomena sosial yang patut diperhatikan.
#1. kemudahan para pejabat atau birokrat dalam mengendalikan kiai, terutama elite ormas.
#2. kelalaian kiai dan elite ormas yang tunduk atau meminta dukungan secara tidak bijak kepada birokrat atau kandidat dalam berbagai kesempatan.
#3. fenomena lemahnya struktur kelembagaan ormas yang dikorbankan oleh elitnya demi kepentingan kekuasaan pragmatis dan proyek taktis lainnya.

Pada dasarnya, Kiai dan elite organisasi masyarakat (ormas) merupakan panutan dalam berbagai dimensi kehidupan sosial. Mereka bukan hanya penerus para nabi, tetapi juga bertanggung jawab untuk konsisten memimpin dengan integritas, mengemban nilai-nilai kejujuran, dan mempromosikan moralitas untuk kebaikan bersama.

#Tantangan Kiai dan Elite Ormas: Antara Kewajiban Spiritual dan Kepentingan Pragmatis

Ketika kiai dan elite ormas mengangkat tangan memohon dan berdoa kepada Tuhan sebagai bentuk ketaatan sebagai hamba, hal ini merupakan kewajiban, sebab Allah SWT telah menekankan dalam Al-Quran (Surah Ghafir: 60) agar hamba-Nya senantiasa berdoa kepada-Nya.

Namun, kiai dan elite ormas yang menadah atau mengemis dalam konteks mencari dukungan pragmatis, hal itu dianggap sebagai perbuatan tercela yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Dalam konsep Al-Ghazali, kiai dapat dikategorikan sebagai kiai Suu, yaitu kiai yang tercela. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “alyadul ulya khairun min yadissufla,” yang artinya tangan yang memberi lebih baik daripada tangan yang menerima atau mengemis.

Kiai dan elite ormas yang melakukan tindakan semacam itu secara nyata kehilangan harga diri, kehormatan, dan malu kepada Allah SWT, serta pada umat. Tindakan ini dapat dianggap sebagai “melelang” martabat mereka dengan sangat rendah dan merusak citra pribadi mereka sendiri.

Kendati demikian, pejabat (kandidat) yang memberi pun bukan berarti lebih baik. Kedua pihak, baik kiai dan elite ormas yang menerima, maupun pejabat yang memberi, berada pada kesalahan moral yang serupa. Keduanya terjerumus dalam krisis identitas dan mengabaikan prinsip-prinsip moral. Tindakan semacam itu dapat dianggap sebagai perbuatan yang membenarkan praktik memberi sogok-menyogok, yang jelas dilarang oleh ajaran agama.

Dalam konteks Islam, ancamannya adalah api neraka, sesuai dengan narasi hadist “al Rasyi walmurtasyi fi al Nar.” Lebih dari itu, nyatanya dalam literatur agama, dijelaskan bahwa pada hari kiamat, ada tiga golongan manusia yang tidak mendapatkan perhatian dari Allah dan dosa-dosanya tidak diampuni. Salah satu dari kelompok tersebut adalah kiai atau ahli agama, termasuk elite ormas, yang memilih atau memberikan dukungan kepada pemimpin berdasarkan pertimbangan kepentingan duniawi atau pragmatis. Tindakan ini dianggap sebagai salah satu dosa yang tidak akan mendapat pengampunan di hari kiamat.

Wallahualam..

Salam Kalam Literasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

InstagramKLI

BacaanTerkini

Daha
Proyek Historiografi DAHA
Literasi Digital
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Jambi dan Kendari menuju Kairo
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

Proyek Historiografi DAHA
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024
Menapaki Mimpi di Mesir dan Turki