Tradisi Coret Baju: Ekspresi atau Masalah?
Sekalian coret wajah ayah dan ibumu setelah lulus sekolah, biar ramai. Lalu pergi ke sumur, kemudian teriak sambil menyebut nama dewa. Tunggulah, nanti ada karmanya. Karma proposal skripsinya dicoret oleh dosen sambil dipegang pakai ujung jempol dan telunjuk bak najis mugholazoh.
Maksudnya apa coba?
Bangga karena lulus, begitu? Dasar manusia-manusia standar. Jelas sekali tak berilmu, apalagi beradab. Segeralah pergi mandi, mandi tobat. Kemudian shalat, shalat tobat. Tau caranya? Ambil smartphonemu, cek di google cara mandi dan shalat tobat.
Biar kelihatan asik dan milenial kali ya? Milenial dari korea. Orang korea saja mungkin gak gitu-gitu amat.
Takut dibilang gak gaul? Gaul dari Hongkong. Orang Hongkong tidak tahu menahu soal itu.
Pihak sekolah yang mendapat informasi ada siswanya yang begitu, segera panggil. Kemudian ceramahi atau tidak apa-apa dimarahi, tapi jangan dipukuli. Kasihan. Masih anak-anak. Umur mereka baru bergerak menuju cukup.
Setelah itu, suruh mereka membeli baju baru. Kemudian dicuci dulu, baru instruksikan untuk dihadiahkan kepada adik-adik yang susah beli baju seragam. Atau kalau mereka termasuk siswa yang pelit, beri sanksi agar memakai baju itu selama 6 bulan. Boleh mandi, tapi bajunya gak boleh ganti.
Nanti, data-data siswa yang diberi sanksi itu diberikan kepada setiap Universitas yang ada. Saya harap pihak universitas telah menyiapkan daftar, siapa saja yang sudah dan yang belum melaksanakan semua instruksi tadi. Bagi yang sudah, silahkan untuk mendaftar. Bagi yang belum, suruh pulang saja. Eh mungkin terlalu berlebihan ya? Terlalu serius. Orang kini kan gak suka yang serius-serius amat. Tapi ini sekedar usulan saja, diterima syukur, gak juga tidak masalah.
Kalau saya tau kontak para siswa tadi, kapan-kapan saya mau foto bareng. Selfie lah begitu.
Jambi 5 Mei 2020