Kudri, Jelmaan Einstein dan Reinkarnasi Abu Nuwas
Nama Kudri tidak perlu saya jelaskan panjang lebar. Semua orang mengenalnya. Hampir semua guru tahu siapa dia, terutama santri dan santriwati. Mulai dari MTS sampai Aliyah, semua mengenal “Kabir Kudri”.
Alumni As’ad yang lahir di Tungkal ini adalah santri kebanggaan semua guru dan Pembina Asrama. Kenapa? Karena Kudri adalah jelmaan Albert Einstein. Dia juga akselerasi dari para Nabi dan sekaligus reinkarnasi Abu Nuwas.
Lantas, apa yang dia tidak pahami?
Kitab kuning? Semua dia lahap.
Bahasa inggris? Orang Inggris saja kalang kabut dibuatnya.
Ilmu eksak? Dengan hanya dua kerutan di dahinya, selesai semua urusan itu.
Olahraga? Sejarah dan peradaban cabang olah raga apa yang tidak ia ketahui? Hafal berikut dengan periodesasinya.
Santri serba bisa ini memang kurang ajar, tidak tahu adat, dan tidak pernahkah dia memikirkan apa yang saya rasakan ketika dia memborong semua itu dihadapan para guru? Semua lini saya kalah.
Ketampanan? Ia sudah tampan dan stylish sejak dari bayi. Banyak wanita mengaguminya.
Selera humor? Di mana ada Kudri, disitu ada tawa. Dengan kata lain, Abu Nuwas gaya baru.
Selera makan? Aduh. Sementara saya masih memilih-milih selera, Kudri, melibas semuanya. Tingkat kesyukurannya kepada Allah jauh lebih tinggi. Maka nikmat selalu bertambah.
Selera membaca? Sobekan koran pada nasi bungkuspun tidak dilewatkannya. Kesal dia kalau ceritanya terputus akibat ego para penjual nasi yang tidak menghargai informasi.
Si jenius ini memang tidak jelas… entah dimana dia nuntut ilmu itu. Saya curiga, jangan-jangan ilmu hitam.
Kudri merupakan santri pendatang baru, anak bawang yang diperhitungkan. Makin hari ketajamannya makin mengkhawatirkan juara bertahan Muhammad Nurzen, Najmi Saifi, Saiful Wathon, Muhammad Ali dan lain-lain. M. Nurzen sang juara bertahan yang paling kalang kabut jungkir balik karena kedatangan pendatang baru ini.
Setelah sekian lama saya mencoba mencari dimana letak kelemahannya, suatu ketika saya mendadak bahagia, Kudri tidak fasih melafalkan huruf R, hahahaha.. saya bahagia untuk hal ini. Nampaknya dia menyadari ini, setiap hari dia bernyanyi dengan fokus pada penyebutan huruf R, tapi tetap tidak fasih. Kalau suatu saat bertemu dengannya, saya akan minta dia mengakui kekalahannya pada bagian itu.
Menyerahlah Kudri.. saya dan alumni lainnya juga butuh pengakuan. Tolong pahami perasaan kami
Salam Kalam Literasi
Seri artikel dari buku silaturahmi kaum santri
Fajri Al Mughni