Kelakarnya, nasehatnya KH. Ahmad Sirojudin HM.
Kami memanggilnya guru Siroj. Manusia berkarisma, panutan alam semesta. Duduk bersamanya akan membuatmu menjadi manusia paling bahagia. Coba saja kalau tidak percaya.
Ah, apa bisa? Bagaimana caranya agar bisa berjumpa dan duduk bersama beliau?
Bisa sekali, sangat bisa, bahkan mudah. Itu adalah guru Siroj, bukan pejabat yang kadang lupa bahwa ia dipilih rakyat. Rakyat sakit, pejabat harus rapat dulu bagaimana solusinya. Rakyat miskin, pejabat menjawab, “gak mungkin dapat semua, masyarakat kita banyak”. Huh.. padahalkan duitnya juga banyak. Jual tuh mobil-mobil dinas, uangnya kasih ke rakyat. Astaghfirullah.. kok bisa sampai kesana pembahasannya.
Guru Siroj itu free protokoler. Siapa saja yang datang disambutnya, bahkan dengan senyuman. Tak peduli kenal atau tidak, pokoknya silahkan masuk.
Siapa manusia paling tawadhu? Ya Guru Siroj.
Paling luwes ilmu keislamannya? Guru Siroj
Paling toleran? Guru Siroj
Paling humoris? Guru Siroj juga.
Paling tampan? Apalagi ini, Guru Hifzi saja lewat. Artis-artis korea tidak ada apa-apanya. Paling mereka ngandalin gaya rambut, atau mahal-mahalan bedak, atau mungkin karena camera hapenya bagus. Beda sama guru Siroj, wajahnya bercahaya. Dulu, pada masanya, senyum guru Siroj menggetarkan jendela para gadis Seberang. Sekarang senyum sang guru mulai tertahan. Nampak sekali kalau beliau sedang menahan sakit. Tapi masih saja berkelakar. Sakit tak mampu mempengaruhi guru untuk terus memberi nasehat melalui kelakar-kelakarnya.
Kelakar Sang Guru
Sore itu, saya dan beberapa kawan datang kerumah guru Siroj. Setelah menjawab salam, kami dipersilahkan untuk duduk. Bahkan duduk bersebelahan dengan beliau. Kawan saya, namanya Ibnu Khotib, melihat ada kacing baju sang guru yang salah masuk lobang. Pasangannya agak seperti menyilang. Kemudian Khotib bertanya, “guru boleh sayo baiki kancing baju guru? Beliau menjwab, “iyo, baik’ilah”. Subhanallah.. Khotib bisa saja. Iri pulak saya melihat itu. Kalah cepat.
Guru Siroj langsung bertanya, “kamu angkatan tahun berapo”? kami menjawab tidak serentak, “tahun duo ribu limo guru”. Guru melanjutkan, “wah.. berarti lah tuo galoe”. Haha.. kali ini tertawa kami kompak.
“Jadi kamu sudah S galoe yo? Maksunya Sarjana.
“iyo guru, alhamduliah. Ado S nyo lah duo, ado jugo yang lah nak tigo guru”
“Alhamdulilh, senang guru dengarnyo. Tapi ingat, sekeras apopun S, tetap caer jugo kalu keno panas” haha.. kami tertawa sambil sambil terpojok. Kelakarnya, nasehatnya.
Guru Siroj bertanya lagi, “Lah ado anak galoe kamu ko?
Mendengar itu, beberapa alumni mulai panik. Karena biasanya pertanyaan kapan kawin? Sekali ini pertanyaannya langsung menyasar ke inti. “Alhamdulilah sebagian lah ado guru, sebagian yang lain masih nyari emake guru”. Guru Siroj pura-pura kaget, dan wajahnya tak sabar ingin memberi petuah.
Saya coba menetralisir suasana, “Mungkin kawan-kawan ko takut kawin guru”. Beliau menjawab, “Sebenarnyo yang masih bujang tu dak sabar lagi nak kawin, cuma takut nikah”. Haha.. telak.
Guru Siroj menutup petuahnya, “sebenarnyo dak payah dak, Addunya mata’, khairul mata’, maratun sholihah”. Nah, dimano tempatnyo mar’ah sholehah tu? Guru menjawab sendiri pertanyaannya “Yo di Pesantren. Haha.. sambil tertawa kami serentak mengangguk sekaligus menggeleng.
Kisah ini diambil dari buku Silaturahmi kaum santri ala alumni As’ad.
Ditulis pada tahun 2017