Kisah Pempek dan Anggota Dewan yang Pedas

Kisah Pempek dan Anggota Dewan yang Pedas

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Kisah Pempek dan Anggota Dewan yang Pedas

Karet pada bungkus kuah pempek dan Anggota Dewan yang Pedas

Judulnya memang agak panjang. Sepanjang perjuangan membuka karet pada bungkus kuah empek-empek. Empek-empek saya singkat dengan pempek saja ya. Biar mudah. Saya cek diiternet tulisan pempek juga legal.

Saya awali dengan sedikit pengalaman murahan, tapi bisa jadi mahal kalau dibaca oleh kawan-kawan semua.

Beberapa hari yang lalu, saya sangat berhasrat ingin makan pempek. Hasrat atau nafsu? Pokoknya itulah. Maksudnya sangat ingin. Sekira 30 menit lagi masuk waktu berbuka puasa, saya berjalan kaki mencari mamang pempek. Karena memang tidak jauh, akhirnya pempek itu ditemukan. Harganya standarlah, enam ribu rupiah satu pempek selam. Atau pempek kapal selam.

Sesampainya dirumah, masuk waktu berbuka.

Disinilah poin dari cerita pempek. Waktu berbuka yang harusnya khidmat berubah kelabu, kesal, kecewa dan rasa-rasa lainnya yang serupa. Karena ikatan karet pada bungkus kuah pempek sangat sulit dibuka, ditambah lagi tangan saya berminyak karena sudah memegang pempek. Ingin ku hempaskan, ku banting, ku remas-remas. Tapi tak jadi, karena takut terbuang. Mana enak makan pempek gak pake kuah.

Akhirnya, saya putuskan untuk memakan pempek setelah tarawih.

Mana cerita Anggota Dewannya?

Bang Sarwan jarang marah, kalaupun marah tidak terlalu nampak. Karena dicampurnya dengan senyum.

Tapi beberapa bulan ini bang Sarwan saya lihat sering marah. Marah mengapa bantuan kepada masyarakat terkesan lamban, marah karena dana yang harusnya sampai dan tepat sasaran malah meluber kemana-mana. Katanya sih sedang diurus. Mungkinlah.

Baru-baru ini bang Sarwan marah lagi. Masyarakat susah mudik, angkutan umum masuk kandang, tapi bandara buka dan penumpangnya bejubel. Masyarakat dianjurkan dirumah saja, disuruh makan ‘harapan’.

Apalagi musim banjir. Bang Sarwan merepet, tidak tenang hatinya, susah tidurnya, tidak nikmat makannya. Serasa banjir sampai kerumahnya. Akibatnya, keluarlah komentar-komentar pedas dari mulut bang Sarwan. Dasar Anggota Dewan tidak bisa diajak kompromi.

Melihat itu, saya khawatir bang Sarwan kena boikot. Tapi saya berharap beliau terus marah-marah, marah melihat kondisi rakyat kesusahan. Ditangan bang Sarwan, insya Allah aspirasi masyarakat sampai ke atas. Dan tentu tak hanya sampai, tapi juga ada bentuk konkritnya. Sehat terus bang Sarwan. Sarwan Ghani

Saya siap ditraktir makan pempek lagi.

Fajri Al Mughni

18 Mei 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

InstagramKLI

BacaanTerkini

Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Daha
Proyek Historiografi DAHA

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Proyek Historiografi DAHA
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024
Menapaki Mimpi di Mesir dan Turki
Pelepasan Calon Mahasiswa 2023