Gedegap: Refleksi Tentang Kehidupan dan Ketabahan
Gedegap. Manusia apaan yang bisa diapain seenaknya, semaunya semua sesuka hatinya.
Bila hidup dikepung oleh para predator, maka dengan kuasa dan kehendak-Nya jadilah mangsa yang beracun!
Berbuatlah sebisanya. Sebisa mungkin beracun. Sebisa=seracun.
Biarkan dicarinya penawar dengan tawar-menawar di dalam pasar-bebas. Semuanya ada pangsanya masing-masing.
Pangsa menunjukkan bangsa itu bunyi peribahasa.
Saat ini adalah waktunya kita mulai gelisah dikarenakan desahan ekonomi yang mendesak kita untuk berdesak-desahan dan harus mengantri dan menanti giliran yang belum diketahui selesainya kapan dan akan berujung macamana.
Kita semua terujung. Kita terlibat, kita terlihat, orang-orang itu juga! Pelaku sekaligus jadi korban.
Untungnya dengan entengnya berkata bahwa semuanya adalah “korban kelakuan”. Apakah itu yang namanya pengorbanan? Mau diterima atau ditolak, pengorbanan mestilah ada korbannya.
Manis dan mudah tak bisa sering selalu, ada cobaan disertai dengan godaan di setiap kemanisan dan kemudahan yang terasa. Teraba. Diraba sayang terasa melayang.
Dirata-ratakan. Apakah masih terasa dan teraba apa yang tersimpan dalam otot dan otak kita yang kita menggunakannya untuk bekerja dan berfikir?
Coba di-swaperiksa-kan. Kita harus terus berusaha kontrol berdiri sendiri mengendalikan diri supaya tidak lupa daratan
karena kalau sudah lupa daratan maka sudah barang tentu pasti orangnya ketinggian atau kedalaman.
Dan itu keterlaluan! Allah beserta malaikat-malaikat-Nya tidak suka dengan makhluk yang melampaui batas.
Umat manusia harus tahu lagi paham akan limitasi dirinya. Gedegap
Kurangnya Ilmu dan sedikitnya amal harusnya menyadarkan kita untuk lebih kalem lagi dalam menjalani proses dan melancarkan protes.
Sekian harus berakhir disini. Selamat dalam.
Sugarno, 16 Mei 2020