Chelsea Kalah 7-1
Sebenarnya berat mau menulis tentang ini. Hatiku remuk, patah-mematah, pecah berkeping-keping, berserak-serak, lebur selebur-leburnya. Pokoknya menanggunglah.
Munchen gitu amat ya. Tidak ada rasa kasihan apa. Atau minimal gak enakan gitu. Masak sampai 7-1. Kasihan Lampard dan juga sama fans Chelsea kena bully. Terlebih lagi, syukur kalau ketemu fans Chelsea seperti saya, kuat, tangguh, sabar, dan romantis. Haha.. apa hubungannya kuat, tangguh dengan romantis. Namun, kalau ketemu fans yang mudah baperan kan kacau. Bisa hilang selera makan.
Setiap pemenang pasti punya alasan mengapa ia menang. Demikian pula dengan yang kalah. Bahkan cenderung alasannya lebih banyak. Salah strategilah, sakit perut, sakit kepala, kurang tidur, kurang istirahat dan alasan-alasan lainnya.
Namuni untuk kekalahan Chelsea tadi malam saya hanya punya satu alasan saja. Yaitu karena saya tidak nonton pertandingannya.
Kita simak filosofi kalah
Filosofi pertama: “pemenang adalah yang mengakui kekalahannya”.
Oleh karena itu, untuk mengobati rasa duka ini, dengan jantan dan penuh ketegaran saya katakan bahwa Bayer Munich memang hebat. Anda menang, kami kalah. Silahkan nikmati kemenangan itu tanpa harus terbebani oleh rasa ketidak-enakkan terhadap fans Chelsea. Namun kalau bisa diam-diam saja, usahakan kami tidak tahu kalau anda sedang menikmatinya. Karena kami tidak sama dengan Rizki Billar yang sanggup hadir dipernikahan Dinda Hauw. Rizki Billar sudah lama latihan, tapi yang menang Rey Mbayang.
Filosofi kedua: “kekalahan tidak perlu disesalkan, karena ia merupakan anak tangga kemenangan”.
Sebelum menaiki tangga, terkadang manusia mulai patah hatinya. Tapi ketika semua anak tangga dilalui, tibalah ia kepuncak kemenangan. Oleh sebab itu, anggaplah pertandingan tadi malam sebagai pemanasan untuk menghadapi champion musim depan.
Sudah dua filosofi, tapi kok hati masih berduka ya. Saya coba satu lagi:
Filosofi ketiga: “tidak ada kemenangan yang abadi, begitu juga sebaliknya”.
Nampaknya filosofi ketiga ini akan ampuh. Tapi rasa-rasanya seperti ada unsur negatif di dalamnya. Lebih mirip dengan dendam kesumat. “kali ini anda menang, kita lihat nanti, akan ku jadikan kau pecundang”. Haha… kasar kalau yang ini. Cuma anehnya perasaan menjadi agak lebih tenang. Astaghfirullah.. dasar manusia. Sering tak terima kekalahan.
Apapun itu, apapun yang terjadi, “Chelsea, aku padamu”.
Salam Kalam Literasi
Fajri Al Mughni
09 Agustus 2020
Hari dimana Chelsea dibantai Munchen.