Antara Robin Hood dan Sunan Kalijaga

Antara Robin Hood dan Sunan Kalijaga

*Ahmad Fikri Syarif

Dalam cerita rakyat Inggris. Kita mengenal sosok Robin Hood. Pemberontak Kerajaan yang membela kaum jelata. Ia punya kebiasaan mencuri harta orang-orang kaya yang pelit dan semena-mena terhadap rakyat lalu membagikan harta rampokannya itu kepada rakyat miskin.

Memang terjadi perdebatan tentang kebenaran cerita Robin Hood. Fakta atau hanya legenda buatan rakyat Inggris. Namun cerita itu populer dan mashyur di seantero Britania Raya serta menyebar keseluruh dunia.

Konon, Robin Hood hidup di abad Pertengahan sekira abad 13-14 Masehi. Tepatnya saat Inggris dipimpin oleh Raja Richard dan Raja John. Robin Hood menjadi sosok yang fenomenal sebagai lambang perlawanan dan keadilan. Membela rakyat kecil walaupun dengan cara yang kurang tepat. Mencuri.

Berbeda zaman dan jarak yang jauh. Di Bumi Nusantara juga terdapat cerita demikian, yaitu: Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga yang bernama aslikan Raden Said ialah putra seorang bangsawan. Putra Adipati Tuban Tumenggung Wilatikta Raden Sahur. Walaupun keturunan Hindu tapi Raden Sahur sendiri sudah masuk Islam.

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 M. Ketika Kerajaan Majapahit sedang berkuasa.

Sejak kecil Sunan Kalijaga atau Raden Said sudah dikenalkan kepada agama Islam oleh Guru Agama Kadipaten Tuban. Namun oleh karna melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang kontradiksi dengan kehidupan rakyat maka jiwa Raden Said berontak. Jiwa mudanya seakan meledak-ledak melihat praktek oknum pejabat Kadipaten Tuban yang semena-mena menarik upeti (pajak) kepada penduduk.

Belum lagi rakyat yang bertambah sengsara dikarnakan kemarau yang panjang namun tetap harus membayar pajak. Seringkali harta serta hasil tani mereka untuk persiapan panen berikutnya disita oleh para penarik pajak.

Raden Said yang putra bangsawan lebih menyukai kehidupan yang bebas dan tidak terikat oleh aturan kerajaan. Raden Said lebih suka bergaul dengan rakyat jelata dan kemudian ia jadi mengetahui seluk-beluk kehidupan masyarakat kelas atas sampai kehidupan rakyat jelata.

Upaya untuk mengurangi penderitaan rakyat telah Raden Said sampaikan kepada Ayahnya. Namun ia tau Ayahnya tak dapat berbuat banyak dikarnakan Ayahnya hanya Adipati bawahan Majapahit.

Mulailah Raden Said melakukan Aksinya dengan mencuri hasil pajak di Kerajaan lalu dibagikannya kepada rakyat miskin yang membutuhkan. Aksinya itu sering ia lakukan di malam hari.

Rakyat yang tidak tau apa-apa akan itu jelas menjadi kaget bercampur senang tapi mereka tak tau siapa yang telah memberikan rizki itu kepada mereka. Sampai suatu waktu saat penjaga gudang penyimpanan hasil pajak rakyat itu telah tau aksi pencurian itu dan mulai mencari tau siapa pencuri itu dan terkejutlah mereka saat melihat bahwa pencuri itu adalah putra junjungan mereka sendiri, Raden Said.

Karna tak berani melaporkan secara langsung kepada Adipati Wilatikta karna takut disebut membuat fitnah. Akhirnya para penjaga itu menjebak Raden Said. Mereka menangkap Raden Said ketika sedang melakukan Aksinya dengan menyertai tiga orang saksi dan mengamankan barang bukti hasil curian Raden Said.

Setelah itu Raden Said dihadapkan kepada Ayahnya. Adipati Wilatikta marah kepada anaknya itu. Kemudian Raden Said dihukum dengan cambukan sebanyak dua ratus kali pada tangannya dan disekap selama beberapa hari.

Apakah sudah mendapat hukuman itu, Raden Said menjadi jera? Tidak. Sesudah lepas dari hukuman itu Raden Said benar-benar pergi keluar dari lingkungan Istana. Sehingga membuat cemas Ibu dan Adiknya.

Raden Said mulai melanjutkan Aksinya kembali. Ia mengenakan topeng dan pakaian serba hitam. Ia mulai merampok harta orang-orang kaya yang pelit di Kadipaten Tuban dan membagikan harta itu kepada rakyat miskin.

Sampai suatu ketika. Ada pemimpin perampok sejati yang mengetahui Aksi Raden Said. Kemudian ia menyamar menjadi Raden Said dengan mengenakkan pakaian dan topeng yang sama dengan Raden Said.

Kelompok perampok itu lalu melakukan aksi perampokan di desa. Dan pemimpin perampok itu memerkosa seorang gadis.

Saat mendengar jeritan penduduk karna aksi perampokan. Raden Said pun berlari menuju tempat kejadian. Saat memergoki pemimpin perampok itu. Raden Said terkejut. Perampok itu berhasil kabur. Gadis yang diperkosa tadipun agaknya tak bisa membedakan mana perampok yang memperkosanya dengan Raden Said yang baru datang dan hendak menyelamatkannya. Gadis itu memegang tangan Raden Said dan penduduk memergoki Raden Said. Ia tak dapat berkutik dan ia dibawa ke Kepala Desa.

Kepala Desa itupun terkejut saat membuka topeng itu dan melihat wajah Raden Said. Putra junjunganya sendiri Adipati Wilatikta.

Demi menjaga Aib kerajaan. Raden Said dibawa langsung kepada Adipati. Kemudian Adipati marah besar kepada Raden Said.

“Pergi kau dari sini! Kau telah mencoreng nama baik keluargamu sendiri! Jangan kau kembali sebelum kau dapat menggetarkan Istana dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang sering kau baca itu”.

Raden Said pun pergi dari Kadipaten Tuban. Hanya satu orang yang tidak memercayai kejadian itu yakni Adiknya Dewi Rasawulan. Dewi Rasawulan mengetahui jiwa kakaknya yang bersih luhur dan tidak mungkin melakukan perbuatan keji itu. Dewi Rasawulan pun secara diam-diam pergi mencari kakaknya.

Raden Said pergi mengembara tanpa memiiki tujuan pasti. Ia kemudian menetap di Hutan Jatiwangi selama bertahun-tahun. Raden Said menjadi Perampok Budiman. Mengapa Perampok Budiman? Karna sama seperti sebelumnya. Raden Said hanya merampok orang-orang kaya yang pelit dan semena-mena terhadap rakyat. Kemudian hasil rampokan itu  dibagikannya kepada rakyat miskin.

Di hutan Jatiwangi Raden Said mengganti namanya dengan sebutan Brandal Lokajaya. Ia membuang nama aslinya agar orang tidak tau siapa dia sebenarnya.

Sampai suatu hari. Ada seorang kakek berjubah putih lewat dengan menggunakan tongkat yang berkikau seperti emas. Saat melihat itu – Brandal Lokajaya pun tertarik untuk merampok tongkat kakek itu.

Saat Kakek itu mendekat. Brandal Lokajaya pun langsung mengambil tongkat itu secara paksa. Kemudian Kakek itu terjatuh. Brandal Lokajaya mendapati tongkat itu hanyalah tongkat biasa. Hanya gagangnya yang dilapisi lapisan semacam emas yang membuatnya bercahaya saat terkena sinar matahari.

Kakek itu menangis walau tak mengeluarkan air mata. Brandal Lokajaya pun mengembalikan tongkat Kakek itu.

“Ini. Kukembalikan tongakmu. Jangan menangis”.

“Aku menangis bukan karna tongkat itu. Tapi karna aku mencabut rumput ini tanpa manfaat”.

Brandal Lokajaya tertegun dan tergetar melihat Kakek itu menangis hanya karna tidak sengaja mencabut rumput.

“Cuma karna rumput itu kau menangis”.

“Aku menangisi rumput ini karna ia tercabut tanpa manfaat dan berbeda kalau rumput ini sengaja aku cabut untuk memberi pakan ternak. Tentu itu menjadi manfaat”.

Brandal Lokajaya pun meminta maaf kepada Kakek itu seraya mengembalikan Tongkatnya.

“Kau sendiri. Apa yang kau cari anak muda?”

“Aku mencari harta dengan merampok orang-orang kaya yang pelit dan semena-mena terhadap rakyat!”.

“Sungguh mulia hatimu anak muda. Tapi sayang. Cara yang kau tempuh itu salah dan bukan malah memerbaiki keadaan umat”.

Brandal Lokajaya pun kembali tergetar dengan ucapan kakek itu.

“Maksudmu apa? Bahwa yang aku lakukan ini salah. Aku merampok yang memang hak mereka dan kubagikan kepada orang miskin yang membutuhkan.”

“Coba kau bayangkan ada orang yang mencuci pakaian dengan air kencing. Bagaimana menurutmu. Benarkah yang ia lakukan?”

“Jelas salah. Mana bisa mencuci pakaian dengan air kencing. Malah membuat pakaian itu bertambah kotor”.

“Perbuatan yang kau lakukan itu. Memberi bantuan kepada orang miskin dengan hasil merampok tak ubah mencuci pakaian dengan air kencing”.

Perkataan kakek itu mulai masuk di kepala Brandal Lokajaya dan ia membenarkannya dan mulai menyadari kekeliruannya selama ini.

“Kalau kau mencari harta. Kau ambil ke pohon itu”.

Seketika pohon yang ditunjuk itu berubah menjadi pohon Emas.

Brandal Lokajaya pun takjub dan serasa tak percaya. Telah banyak ia mengembara dan menuntut ilmu. Tapi tidak mampu ia melakukan seperti apa yang dilakukan kakek itu. Hal itu pun bukan sihir Karna ia mampu mengenali sihir.

Dan dari kalimah-kalimah yang keluar dari lisan Kakek itu. Membuat Brandal Lokajaya tertunduk serta bertekad hendak menjadikan Kakek itu sebagai Gurunya.

“Kakek. Aku tak ingin harta lagi. Aku menyesali kekeliruanku. Jadikan aku Muridmu. Aku akan jadi murid yang setia.”

“Kau ingin menjadi muridku? Apa kau bisa memenuhi syaratnya?”.

“Apapun akan aku lakukan asal bisa menjadi muridmu!”.

Kakek itu lalu mengajak Brandal Lokajaya ketepi Sungai. Lalu menancapkan tongkatnya tadi ditepi sungai itu.

“Baiklah. Syaratnya adalah kau harus menjaga tongkat ini dan jangan pergi sampai aku kembali. Apa kau bersedia?”.

“Aku bersedia”. Jawab Brandal Lokajaya.

Kakek itu pun pergi melintasi sungai itu. Walaupun Brandal Lokajaya sempat khawatir. Kakek itupun melintasi sungai itu dengan berjalan seperti berjalan diatas tanah tanpa terpercik air.

Brandal Lokajaya pun semakin mantap Berguru pada Kakek itu. Ia bertekad akan memenuhi syaratnya untuk menjaga tongkat itu dipinggir sungai.

Brandal Lokajaya mulai menjaga tongkat itu. Ia teringat cerita di dalam Al-Qur’an tentang Ashabul Kahfi : Pemuda Penunggu Gua yang ditidurkan oleh Allah selama tiga abad. Brandal Lokajaya pun berdoa agar mendapat keajaiban serupa. Dan Allah mengabulkan do’anya.

Brandal Lokajaya tertidur selama tiga tahun. Badannya pun dipenuhi rumput.

Setelah tiga tahun itu. Kakek itupun datang menjemput Raden Said. Mulanya saat dibangunkan Raden Said tidak bangun. Baru setelah dikumandangi Adzan, Raden Said pun terbangun.

Setelah membersihkan badan. Raden Said pun dibawa ke Kadipaten Tuban. Ia lalu dikenal sebagai Sunan Kalijaga. Karna ia telah berhasil bertapa selama tiga tahun ditepi sungai.

Kalijaga berarti Penjaga Sungai. Raden Said yang sudah dikenal sebagai Sunan Kalijaga mulai diajari ilmu tingkatan Kewalian oleh Kakek itu.

Sementara keadaan di Kerajaan. Orang tua Raden Said. Permaisuri Adipati Wilatikta. Ibunya Raden Said, setelah bertahun-tahun ditinggalkan kedua anaknya, termasuk adik Raden Said yang berkelana mencari kakaknya. Ibu mereka didera perasaan Rindu luar biasa. Terlebih setelah upaya Adipati menangkap Perampok membuahkan hasil dan dari tangkapan itu pulalah mereka mengetahui bahwa Raden Said tidak bersalah sama sekali.

Tangis Ibu Raden Said terpecah. Mereka benar-benar menyesal telah mengusir Raden Said dari kerajaan.

Bertahun-tahun setelah Raden Said mulai diajari ilmu kewalian oleh Kakek Berjubah Putih itu. Mereka tinggal di Kadipaten Tuban. Namun selama itu pula, Ibu Raden Said tidak tau bahwa Raden Said telah berada di kadipaten Tuban. Untuk mengobati rasa Rindu Ibunya, Raden Said mengeluarkan ilmu tingkat tinggi dengan membaca Al-Qur’an dari jarak jauh dan mengirimkannya ke Istana.

Suara Raden Said yang merdu itu ternyata benar-benar mampu menggetarkan dinding-dinding Istana bahkan mengguncangkan Hati Adipati dan Istrinya. Tapi Raden Said masih belum mau langsung kembali. Ada banyak tigas yang harus ia kerjakan. Termasuk mencari adiknya dan membawanya kembali.

Pada akhirnya, Raden Said kembali pulang bersama adiknya. Tak terkira bahagia hati Adipati dan Istrinya, orang tua Raden Said.

Karna Raden Said tak bersedia menggantikan kedudukan Ayahnya. Akhirnya kedudukan itu diberikan kepada Cucunya. Putra Dewi Rasawulan dan Empu Supa.

Raden Said meneruskan pengembaraan. Berdakwah atau menyebarkan agama Islam di Jawa Tengah sampai ke Jawa Barat. Beliau sangat arif dan bijaksana dalam berdakwah sehingga dapat diterima dan dianggap Guru Suci setanah Jawa dari kalangan Petani, Pedagang sampai Raja-Raja.

Sampai usia lanjut. Sunan Kalijaga memilih Kadilangu sebagai tempat tinggalnya yang terakhir sampai sekarang beliau dimakamkan di Kadilangu Demak.

Meneruskan perjuangan Dakwah para Nabi dan Rasulullah SAW sampai dengan perjuangan Kekek Berjubah Putih yang menjadi Gurunya itu, yakni Sunan Bonang.

Salam Kalam Literasi

Alhamdulillah. Washalatu Washala Mu’ala Rasulillah

Jambi. Bakda Subuh, 28 Februari 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

BacaanTerkini

Pen Besi di Kaki Ibu Siti, dan Besi Tumpul di Kepala Pejabat Negeri
Siti Maswa, Sang Perempuan dengan Pen ...
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu Daya”
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu ...
Socrates Naik Dompeng: Logika Liar di Negeri Izin Fiktif
Di tanah Merangin dan Sarolangun yang ...

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

Siti Maswa, Sang Perempuan dengan Pen Besi yang Masih Menancap di Kaki
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Proyek Historiografi DAHA
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024