Air Panas di Bulian? Ku kira Tinggal Legenda, Rupanya Masih Ada

Air Panas di Bulian? Ku kira Tinggal Legenda, Rupanya Masih Ada

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Air Panas di Bulian? Ku kira Tinggal Legenda, Rupanya Masih Ada

Air Panas di Bulian? Ku kira Tinggal Legenda, Rupanya Masih Ada

*Ahmad Fikri Syarif

Penting sekali rupanya apa-apa yang diajarkan dalam ilmu jurnalistik itu. Salah satunya mengecek kebenaran informasi dengan tidak menggantungkan sumber informasi hanya pada satu sumber. Kata Wong NU itu, “Tabayun”.

Contohnya saja dari judul diatas, Di Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, ada daerah namanya Komplek Air Panas. Bagi yang pernah ke Bulian tentu tau. Tempat dimana Masjid Agung Al Muhajirin berada. Beberapa puluh – ratus meter dari Rumah Dinas Bupati Batanghari.

Asal nama Komplek itu diambil dari nama sumber Air Panas di daerah itu. Tapi kemarin, aku mendengar obrolan beberapa orang, bahwa air panasnya tak ada lagi. Dulu ada, sekarang hanya tinggal nama – legenda. Jadi aku semacam percaya begitu saja. Namun. Pengetahuan ku berubah karna bisa merasakan langsung air panas itu.

Kemarin, tanggal 14 Desember 2020, aku bercerita kepada seorang teman (Ahbi Sidik) bahwa aku kena sakit gatal di bagian ketiak. Agaknya, hal itu disebabkan oleh biang keringat. Pun juga sekarang masih ada sedikit gatal pada bagian lain. Tapi tidak seperti kemarin lagi, gatal yang amat gatal. Gatal ya, bukan kanji. Karena ketika ada keringat di sore-sore hari, lambat mandi dan berganti pakaian, gatalnya akan menyerang.

Malam sebelumnya juga aku bercerita tentang itu kepada teman yang lain dan menyarankan mandi Air Panas di Komplek Air Panas itu.  “Emangnya ada?”, tanyaku. “Ada dong”.

Lalu Ahbi Sidik mengajak kerumah temannya di Komplek Air Panas yang dirumahnya itu ada Air Panas yang bisa di buat mandi. Jelas sebagai seorang petualang yang belum jauh-jauh amat berpetualang, aku sangat tertarik dengan tawaran itu. Jadilah kami kesana sore kemarin, dan menumpang mandi di rumah teman itu.

Akupun bicara dengan Bapak yang punya rumah. “Aku pikir lah dak ado lagi Air Panas nyo Wak. Kato kawan kemaren Air Panas nyo lah dak ado”.

“Ado. Siapo bilang dak ado. Minimal tigo kali mandi lah. Kalau nak sembuh”.  Jawab Bapak itu.

Dengan menggunakan teknologi mesin air, Air panas atau hangat itu disedot dan di alirkan ke kamar mandi rumah mereka.

Sampai tulisan ini ditulis, Aku belum mencari informasi detail seputar Air Panas itu. Dimulai dari sejarahnya, kenapa bisa panas, berapa titik sumber air, dan sebagainya. Lain kesempatan. Mungkin.

Setelah mandi disana dengan perlengkapan seadanya, Aku coba membandingkan dengan Pemandian Air Panas di Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Ceritanya aku pertama kali mandi Air Panas di Solok tahun 2018. Untuk kemarin, lebih panas yang di Solok, sih. Di Solok pun lebih dari satu, ada yang bisa digunakan merebus telur. Wihhh. Kalau di solok, airnya berada di dekat Bukit. Sementara di Bulian di dekat daerah sawah.

Pikiranku langsung mengarah kepada pemanfaatan dan pengoptimalan pengelolaan Air Panas itu. Pemerintah harus memperhatikan ini lebih serius dan dikelola dengan baik. Bahkan bila perlu, kan bisa dijadikan tempat wisata. Karena orang Bulian banyak yang sering mengeluh kalau Bulian tidak punya tempat wisata. Yah kalau Wisata hanya dibayangkan Gunung, Laut, yah memang tidak ada. Tapi bila mampu kreatif-inovatif, Air Panar tadi bisa dijadikan tempat wisata oleh Pemerintah. Aku pikir sangat bisa sekali. Begitu.

Selain bisa menyegarkan, menyembuhkan penyakit, bisa jadi Air Panas itu bisa membuat mahasiswa termotivasi agar segera menyeseaikan skripsinya, bisa segera bertemu jodoh, bisa menang pilkada, bisa langgeng keluarganya, bisa terbang macam Super Boy, bisa manjat gedung macam Spider Man, dan bisa lolos dari jerat korupsi.

Ayo mandi di Muara Bulian. Tolong bawa sabun dan odol sendiri. Jangan nebeng.

Salam kalam literasi

Sridadi. 15 Desember 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

InstagramKLI

BacaanTerkini

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Daha
Proyek Historiografi DAHA
Literasi Digital
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Proyek Historiografi DAHA
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024
Manusia & Agama di Tahun Politik
Pilpres dan Mahasiswa