“Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen”
⃰Fajri Al Mughni
Wahai para calon wisudawan UNISBA, selamat datang di panggung dunia yang menawan, dunia di mana kebenaran bukan lagi hasil perenungan Plato atau riset empiris Popper, melainkan jumlah like dan retweet dari akun anonim berpoto kucing dengan topi petani.
Aduhai.. betapa indahnya menjadi sarjana di abad ini. Zaman di mana algoritma lebih dipercaya daripada guru besar, dan para filusuf digantikan oleh selebgram bermodal lighting dan semangat ngedebat. Filsafat kini ditulis di caption, bukan dalam buku. Siapa sangka, Heidegger bisa dikalahkan oleh filter Instagram dan tiktok?
Sarjana? Fungsimu bukan lagi mencerdaskan kehidupan bangsa. Itu terlalu 1945. Kini, fungsi utamamu adalah membuat konten edukatif yang relate, dengan backsound instrumental sedih atau remix Budak Ciamis dan Sikok Bagi Duo agar dapat bersaing dengan video mukbang dan prank.
Tapi tenanglah, ini bukan zaman kebenaran, ini zaman narasi. Kau hanya perlu tahu cara membuat hoax terlihat meyakinkan dan fakta terasa membosankan. Maka, engkau tak akan kekurangan pengikut. Filsafat baru kita berbunyi: “Aku viral, maka aku benar.”
Namun, di balik ironi ini, izinkan aku menyampaikan cinta. Cinta dari mereka yang diam-diam berharap kau tetap menjadi terang, meski dunia memilih silau. Cinta dari para guru yang masih menyalakan lilin logika, meski lampu LED kebodohan lebih digemari.
Wahai calon sarjana UNISBA, jika pun kau tak bisa melanjutkan akselerasi kenabian zaman ini, setidaknya jadilah sisa-sisa suara akal di tengah jerit viralitas. Bukan untuk menang, tapi untuk waras. Karena dunia ini sudah cukup gaduh tanpa perlu ditambah suara cerdik-cendekia yang latah.
Jagalah akalmu seperti engkau menjaga cinta pertama: dengan hormat, sabar, dan penuh rindu. Sebab di zaman ini, berpikir adalah tindakan revolusioner, dan mencintai kebenaran adalah bentuk ibadah.
Maka, sebelum kau lempar toga itu ke udara dan selfie dengan senyum kemenangan, ingatlah: bukan gelar yang membuatmu mulia, tapi pilihanmu setelah lulus; apakah kau akan menjadi pelita, atau sekadar tambahan data.
Selamat menapaki dunia, wahai sarjana. Dunia yang tak butuh banyak lulusan, tapi sangat butuh manusia yang menjadi manusia.