Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai

Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai

Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai

Muhammad Yusup

Di antara tumpukan berkas, kertas, map, tenggat waktu, dan administrasi yang seakan tiada habisnya, ada jeritan sunyi yang tak terdengar. Ada luka yang tak terlihat di balik wajah-wajah mahasiswamu. Mereka datang bukan hanya dengan buku, makalah dan laptop, tapi juga dengan beban yang terpendam. Hati yang retak karena broken home, jiwa yang terombang-ambing di tengah kegelisahan psikologis, atau keberanian palsu untuk menyembunyikan rasa takut gagal atau bahkan ada hal lain yang mereka sendiri tak bisa sampaikan dengan lisan dan tulisan tapi hanya dengan bahasa air mata.

“Mereka mungkin tak akan mengingat rumus dan materi yang kita ajarkan, tapi mereka akan selalu mengenang caramu memandang dan memperlakukan mereka sebagai manusia, bukan sekedar nilai atau bukti hadir dalam daftar hadir.”

Kita bisa saja sibuk merangkai nilai di spreadsheet, sebagai salah satu bahan Laporan Kinerja Dosen, tapi adakah kita sempat merangkai harapan di hati mereka? Seorang mahasiswa yang duduk di bangku paling belakang, matanya kosong menatap papan tulis, bukan karena malas, tapi karena ia baru kehilangan orang tuanya. Seorang mahasiswa yang selalu datang terlambat, bukan karena tak disiplin, tapi karena harus bekerja sampingan demi membayar SPP. Mereka diam bukan karena tak ingin bertanya, tapi karena suara hati mereka terpenjara rasa takut dihakimi. Mereka bukan tak mengerjakan tugas yang kita berikan tapi berpacu dengan waktu membagi hari untuk mencari rupiah dan juga kuliah.

Dosen yang hebat tak hanya mengajar otak, tapi merengkuh jiwa.
Ketika kita bertanya, “Apa kabarmu hari ini?” sebelum menanyakan tugas, kita sedang membangun jembatan antara kesendirian dan harapan. Tatapan yang hangat, sapaan ringan di sela-sela kelas, atau jeda sejenak untuk mendengarkan curhatan mereka, itulah nilai yang tak tertulis di silabus atau RPS berbasis OBE, tapi terukir abadi di memori mereka.

Ada suatu kisah Seorang mahasiswa hampir mengakhiri hidupnya, tapi urung karena seorang dosen mengirim pesan singkat: “Kamu terlihat lelah hari ini. Ada masalah apa?”. Kata-kata itu, sederhana namun penuh makna, menjadi lentera di kegelapannya.

Mengajar adalah seni merawat manusia. Setiap tatapan kosong, setiap tugas yang terlambat, mungkin adalah jeritan hati yang tak sampai. Dosen yang peduli tak hanya melihat “salah” atau “benar”, tapi membaca “mengapa”. Di balik nilai C, bisa jadi ada pertempuran batin yang lebih dahsyat dari ujian akhir semester atau Ujian Munaqosah.

Maka, berhentilah sejenak. Lihatlah lebih dalam. Dengarkan yang tak terucap. Apa artinya angka tanpa memahami cerita di baliknya?Kita bukan mesin penilai, tapi penjaga mimpi. Bukan robot administrasi, tapi pelukis masa depan mereka. Di tangan kita, mungkin ada kuasa untuk menghidupkan semangat atau bahkan bisa membunuh kepercayaan diri mereka.

Suatu hari nanti, saat mereka telah Lulus dengan predikat cumlaude atau bahkan menjadi seseorang yang terpandang, mereka mungkin lupa semua teori yang pernah kita sampaikan di kelas. Tapi mereka takkan pernah lupa bagaimana cara kita menyapa mereka dengan lembut, cara kita bertanya, cara kita memeprlakukan mereka  saat belajar, saat mereka hampir menyerah, atau cara kita mempercayai mereka saat dunia meragukannya.

Karena pendidikan sejatinya bukan tentang mentransfer ilmu saja, tapi tentang menyalakan api harapan, keberanian, kekuatan dan keyakinan bahwa mereka berharga. Mari kita letakkan pena merah sejenak. Pandanglah mata mereka. Bukan sebagai dosen, tapi sebagai insan yang peduli. Sebab, di ruang kelas kita, mungkin ada calon pemimpin bangsa yang sedang rapuh, atau calon ilmuwan yang hampir kehilangan nyali dan kita, dengan satu tindakan kecil, bisa mengubah segalanya.

“Guru biasa memberitahu. Guru baik menjelaskan. Guru ulung memeragakan. Tapi guru yang luar biasa memberi inspirasi dengan menjadi manusia yang peduli.”Jadilah yang terbaik versi diri kita, Karena dunia tak butuh lebih banyak angka. Dunia butuh lebih banyak hati yang terpelihara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

InstagramKLI

BacaanTerkini

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Daha
Proyek Historiografi DAHA
Literasi Digital
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Manusia & Agama di Tahun Politik
Menapaki Mimpi di Mesir dan Turki
Pelepasan Calon Mahasiswa 2023
Bahas Kerjasama Studi Luar Negeri
Wisata Danau Sipin
Surat untuk Timnas Indonesia
Kenapa Cappadocia