Lokek alias Luka’: Makna dan Asal Usulnya
Hermanto Harun, UIN STS Jambi
Lokek, adalah kata yang biasa diungkapkan tatkala mencela dan menunjukkan kerendahan seseorang. Bagi masyarakat Jambi, kata ini mengungkapkan betapa buruk, pelit dan meditnya objek pelaku bagi orang yang disematkan.
Kata ini, tidak hanya berdiam dalam celaan dialek lokal Melayu Jambi saja, bisa jadi, kata ini juga telah bersemayam pada berbagai idiom bahasa celaan dalam budaya nusantara, karena kata ini telah diserap menjadi kata resmi bahasa Indoensia. Dalam Kamus Bessr Bahasa Indoensia (KBBI), kata ini berbentuk adjektiva, yang menyipati pelaku buruk pelit dan kikir. Walau, kosa kata ini sudah jarang terdegar diucapkan, juga tidak kerap ditemukan dalam tulisan media dan dalam tulisan buku yang lumrah dibaca.
Rupanya, kata Lokek juga ada diungkap dalam bahasa Arab. Saya berasumsi bahwa kata Lokek ini berasal dari bahasa Arab, karena dalam bahasa Melayu yang kemudian menjadi asal muasal dan cikal berkembangnya bahasa Indoensia, sangat banyak sekali menyerap asal katanya dari bahasa Arab. Bahkan, tidak hanya menyerap asal kata, tapi juga merubah makna dan filosofi bahasa melayu kepada bahasa agama. Kata dimadu, kata Tuhan, kata sembahyang, misalnya, meskipun bukan dari bahasa Arab, tapi pemaknaan dalam ungkapan masyarakat melayu sudah menjadi istilah yang dipasangkan kepada ritual agama, yakni Islam.
Maka melayu itu sangat identik dengan Islam. Dalam tradisi budaya masyarakat melayu, tidak diperlukan lagi ada kata penambahan Islam Melayu, karena sejatinya, Islam dan melayu adalah entitas yang sudah sealur seiring, sebagaimana ungkapan yang biasa didengar, adat besendi syara’, dan syara’ besendi kitabullah.
Fungsi bahasa, selain dari untuk komuniaksi perekatan sosial juga termasuk sebagai penegasan pengungkapan pemikiran. Hal ini terlihat dari kata mantiq yang bermakna logika, berasal dari kata nataqa yang bermakna ucapan. Artinya, antara ucapan dan logika saling berintraksi dalam dunia realitasnya. Begitulah kata Emil Yakob, seorang fakar bahasa dari Lebanon University dalam karyanya Fiqh al Lughah al- Arabiyah wa Khasaisaha.
Dari sini kemudian, kata Lokek menempati fungsinya. Lokek yang berarti medit dan pelit teresbut berasalkan kata luka’ yang didalam bahasa Arab berarti seorang budak yang hina, bodoh yang tidak pantas menaruh pujian dari perilakunya. Mungkin, dari titik ini, Imam al-Mawardi pernah berujar bahwa tamak dan medit adalah biang dari segala keburukan (asl min kulli zam).
Akan tetapi, Lokek bukan hanya sebatas itu. dalam bahasa Arab, kata luka’ berarti tercela, bodoh, dan kerap juga menjadi panggilan bagi anak kecil. Namun, jika dijatuhkan panggilan tersebut kepda orang yang sudah dewasa, kata ini berarti kecil ilmu dan akalnya.
Dalam sebuah sabda nabi, ada orang yang disebut sebagai luka’ Ibn luka’. Hadits yang diriwayatkan dari Imam Turmuzi dan Imam Ahmad ini, memberi kode tentang kenyataan masa depan. Bahwa suatu ketika nanti di akhir zaman, justru orang seperti ini yang berkuasa, banyak memeliki harta dan paling happy di dunia.
Imam al-Qari mengartikan Luka’ bin Luka’ ini sebagai La,im bin La,im yaitu orang yang rendah nasabnya dan tercela perangainya. Bahkan ungkapan ini sama dengan kalimat al-Shum al-Bukm Muluk al-Ard, yang menurut Imam al-Hafiz adalah perumpamaan dari orang yang Dungu, yang tidak memfungsikan pendengaran dan penglihatannya dalam perihal agama, meskipun telinga dan matanya terlihat sehat dan sempurna.
Dalam sabda nabi tadi yang termasuk tentang proyeksi kejadian masa depan itu, menyebutkan secara tegas bahwa zaman tersebut akan kita jumpai, dimana orang yang Lokek, alias Luka’ bin Luka’ menjadi pemimpin. Dengan harta dan jabatan yang diraih dari kebodohannya itu, dia menjadi orang yang paling berkuasa dan happy di dunia. Gambaran masa depan yang ditangkap dari a’lam al nubuwah tersebut, kemudian dicatat dalam buku Nihayat al-Alam (the End of the World) oleh Syeikh Muhammad bin Abdurrahman al’Uraify sebagai tanda akhir zaman. Wallahu A’lam.
Salam Kalam Literasi