Keran Air Jangan Dimatikan: Keunikan Tradisi di Bukit Menyan
Ini berbeda, kalau biasanya para pelanggan diwajibkan mematikan keran setelah digunakan, kali ini si owner malah mengharamkannya. Muncul pertanyaan, mengapa begitu? Islam kan menganjurkan agar menghemat air, nah ini airnya sudah melimpah tapi keran air tetap tidak boleh dimatikan. Lalu, apakah masyarakat di Bukit Menyan tidak mengikuti anjuran Islam?
Bukan, bukan begitu bambang..
Saya sudah telusuri dari mana sumber airnya, menyurusi bukit-bukit dari bawah, sambil mengabadikan momen indah. Setelah dua hari berkeliling, dapatlah titik temunya. Sumber mata air pegunungan dari Bukit Menyan, Bukit Sanggul, Bukit Kumayan dan Bukit Melintang.
Oleh karenanya, jika keran air dimatikan, pipa saluran dipastikan pecah, putus, bocor dan muncrat semuncrat-muncratnya. Maka kalau sudah begitu, semua kacau balau. Petani yang biasa sibuk memanen kopi, otomatis akan turun tangan basah-basahan. Nah kan repot.
Islam itu solusi. Apabila berhadapan dengan kondisi yang dianggap “bermasalah”, jangan buru-buru dicap melawan sunnah. Mesti diteliti, dibaca ulang, ditelaah, dianalisa, dikombinasikan semua alat ukurnya, dilakukan studi komparasi, dibaca situasi adat dan budayanya, barulah ditarik kesimpulan. Itu juga bukan kesimpulan final. Masih bisa dinego. Setelah itu akan ketahuan mashalat dan mudharatnya.
Bukit-bukit tadi berada di Kabupaten Kepahiang. Air yang keluar dari bukit dingin nian, jernih, bersih, segar, bau surga, bukan bau obat. Ada memang beberapa orang yang mencari emas dialiran sungai, tapi manual, tidak ada mensin dompeng.
Setelah menikmati kopi kepahiang sambil menghirup udara segar dari alam yang bersih dan suci, kami melanjutkan perjalanan ke Pagar Alam-Sumatera Selatan.
Salam Kalam literasi
Fajri Al Mughni
Bukit Menyan-Kepahiang-Bengkulu. 6 Juli 2021