Timbang Pilih dalam Memilih Hal yang Tepat

Timbang Pilih dalam Memilih Hal yang Tepat

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Timbang Pilih dalam Memilih Hal yang Tepat

Timbang Pilih dalam Memilih

Diruangan yang sejuk oleh Air Conditioner alias AC, mengalunlah instrument merdu bagimu negeri dengan suara yang tak terlampau keras juga tak pula menggema serta tak mampu mengalahkan suara laki-laki paruh baya itu dalam obrolannya yang penuh antusias. Entah apa yang dia bahas bersama dua orang wanita muda yang memangku laptopnya masing-masing.

Ruangan yang biasa digunakan untuk mengakses jurnal sepuasnya dilengkapi oleh fasilitas yang nyaman. Deretan kursi empuk dengan meja bundar besar. Ditengah-tengah meja terdapat 4 buah komputer yang jarang sekali digunakan oleh para pengunjung, ya ngapain pakai komputer-komputer itu kan setiap pengunjung punya laptop sendiri. Dari laptop dengan merk biasa saja sampai laptop dengan brand apel sumbing.

Kursi yang ku duduki membelakangi jendela, hangat cahaya yang menembus jendela sedikit terasa ditubuhku meski AC ruangan tetap menyala. Semua yang duduk diruangan ini fokus pada keyboard dan layar laptop masing-masing, suara keyboard laptop sudah seperti mesin ketik hanya wujud dan bentuk saja yang berbeda tapi irama ketikan nyaris sama. Nampaknya masih belum mahir jari mengetik meski yang mengetik adalah orang-orang terdidik, yang penting tugas selesai. Semakin cepat ketikan semakin cepat terselesaikan tak peduli soal irama ketikan anggap saja itu instrument dalam kehidupan.

“Mami…”

“Aku butuh cemilan ucapku pada seorang perempuan yang berumur sekitar 40 tahunan. Teman sekelas di pascasarjana Fakultas Kedokteran.

Katakanlah beliau senior bahkan amat sangat senior.

“Belilah…”

Begitu kata beliau sambil terus fokus menatap layar laptopnya.

Ku lirik ke bagian kiriku. Ada tiga dokter yang lagi amat sangat fokus dengan laptop masing-masing. Satu orang menyumbatkan handset ke telinganya. Mungkin biar lebih fokus maksudnya meski itu telinga bakal budeg kalau lama-lama menggunakan handset.

Dua dokter tak lepas masker dari awal masuk ruangan, patuh protocoler. Kan masih perang sama si virus corona yang entah kapan akan berakhir dari hamparan bumi yang mulai kasak kusuk dan tumpang tindih oleh ekonomi yang morat marit.

Orang kaya aman-aman saja sementara rakyat kecil nan penuh kekurangan makin terasa sempit dan sesak oleh hutang piutang. Gali lobang tutup lobang untuk mencukupi penghidupan.

Ah dunia ini memang fana. Katanya roda akan berputar tapi nyatanya miskin tetap saja miskin, kaya terus saja menggelinding makin memuncak dan melambung tinggi. Mungkin begitulah takdir, syukuri saja.

Kemarin sesorang gadis muda meluapkan tangis sesegukan sampai tak makan, hilang selera makan katanya. Apalah sebabnya? Oh ternyata patah hati.

Jangan tertawakan perihnya patah hati si gadis maklum saja manusiawi dalam merajut kasih menyulam harapan dan mendulang kisah dalam kehidupan. Selagi masih gadis nikmati saja, romansa dalam dunia percintaan. “Ku kira itu biasa hanya sebatas rasa yang lama kelamaan akan sirna setelah patah lalu bertunas kembali dan mulai merekah”

Apa ku bilang, tak lama pasti bertunas, tak lama pasti akan ada ganti meski tak mencari ganti tapi datang sendiri.

Pagi hari sumringah. Ahad pagi penuh gembira, timbang pilih dalam banyaknya pilihan. Gadis melayu dikenalkan dengan bujang minang. Ini bukan pertama kalinya bertegur sapa dan tawar menawar dengan orang minang. Dua tahun lalu pernah juga hampir bertunang jo orang minang.

Telponlah ayahanda tercinta coba suguhkan pilihan calon menantu. Kalau iya kata ayah, anak gadis coba memantapkan hati.

“Hah…gimana pertimbangan ayah?”

“Ada yang meminta anak gadis ayah, sukunya minang. Aslinya orang minang”…

“minang lagi? cletuk ayah…”

“haha apa salahnya yah, masih tak berkenankah dihati ayah?”

“kalau bisa cari yang sekitaran jambi, jangan jauh-jauh…” sekitaran? Dipikir mau cari tempat buka warung sama ayah.

“mama terserah yang tuan badan…” Sela mama dalam obrolan.

“Ragu lah ma, nanti sajalah. Selesaikan kuliah dululah” Ujarku dengan santai.

“Baiknya begitu, fokuslah dulu…mama do’a selalu…”

“iyalah kalau gitu ma, do’ain lah yang terbaik”

“ayah bukan tak berkenan, tapi jangan jauh-jauh kalau masih ada sekitaran jambi biarlah dijambi”… sekitaran lagi. haha

Ku fahami maksud ayahanda tercinta. Namun, sejatinya ayah demokratis tak banyak protes asal yang punya badan oke. Ayah mama tinggal kasih restu, begitu ungkapan yang pernah ku dengar.

Sebelum ditawarkan untuk memilih hari itu, sudah ada juga orang jawa yang meminta. Dia seorang pemuda tampan, pekerja keras. Katakanlah business man, omsetnya gede. “Wah sejahteralah tu tak perlu memulai dari NOL” Kata temanku dengan tawa kecilnya.

Pernah juga dokter muda itu menyampaikan niat baiknya, pak dosen disebuah Univ. ternamapun pernah sampaikan niat baiknya dan beberapa lagi yang pernah meminta tapi tak ada satupun yang meluluhkan hati. B aja gitu.

Apalagi yang dicari? iyakan ajalah salah satu dari yang datang. “Pujuk teman” biar segera berakhir masa lajang, jangan lama-lama melajang ni pusing kepala. Banyak yang mau malah bikin bingung, tak ada yang mau malah tambah bingung kemana hendak dicari.

Terpancing diriku untuk melengkingkan tawa dengar ungkapannya. Dasar jomblo, bawaannya pengen segera tapi nyatanya tak semudah mulut berbicara.

“Orang mau, awak dak ndak. Orang dak ndak, awak mau”

“Sama-sama mau, orangtua tak kasih restu”

“Sama-sama mau, orangtua kasih restu eh ada saja halang rintang nan ditemu”

Katanya para orang tua kalau tak jodoh, ya begitu. “Nanti kalau sudah jodohnya mudah saja semuanya. Pagi dilamar, habis magrib bisa duduk akad nikah”

Begitu petuah orang tua yang silih berganti kasih nasihat. “Pilih-pilih tebu awas kepilih ke buku tebu” Haha keras kalau kepilih buku tebu, tak bisa dimakan. Cobalah kunyah bisa sakit gigit dibuatnya. Itu artinya tak elok kata orang jambi alias tak bagus, tak tepat atau apalah bahasa yang tepat untuk mendefenisikannya.

Pikir dan pikir…

Nikmatnya masa lajang, jauh kaki berjalan banyak yang dikenal, banyak ilmu yang didapat banyak pula pengalaman yang dikantongi. Apalagi soal hati jangan ditanya lagi.

Gadis dusun merantau kesana kemari, merindu-rindu orang terkasih dikampung halaman. Lama tak pulang lama tak jumpa lama tak ada kabar. Semakin gadis, semakin dewasa, semakin sayup harapan pulang ke kampung halaman karena perantauan sudah menjadi tempat dalam mencari penghidupan.

Pada akhirnya kampong halaman hanya akan menjadi sebuah kampong kenangan. Sesekali akan dikunjungi ketika rindu membumbung tinggi, sesekali akan dipijaki ketika sanak family lama tak dijumpai, datanglah diri bermaksud silaturrahmi sebagai obat dari rindu dihati dan sebagai ucap syukur rasa terima kasih masa kecil dihujani oleh kasih sayang oleh sanak family.

Kalau ada jodoh menghampiri diri makin sayup harapan menetap di kampung halaman sendiri. Sudah dibilang bahwa perantauan tempat mencari penghidupan memang sepertinya tanah rantau pas dan tepat untuk aplikasi ilmu yang dimiliki. Sudah nikmati saja dan syukuri.

Ingat-ingat nasihat mama pada diri: “baik-baik membawa diri dan menjaga diri. dimanapun langkah kaki. Maka jangan tinggalkan shalat dan mengaji” nasihat yang lain yang selalu diingat yakni soal memantapkan hati menuju gerbang pernikahan. Kata mama: “nikah tu bukan kayak baju dibadan. Kalau lusuh, jelek dan tak suka lagi dapat diganti”. “nikah prinsip kami orangtua; “kalau sudah akad nikah hari itu, baru ada kata pisah oleh tembilang (kematian)” jadi mantap-mantap dalam berpikir, hati-hati dalam memilih dan bagus-bagus dalam mengambil keputusan.

Jadi ku simpulkan jangan buru-buru. Biar lambat asal sampai tujuan, biar hati-hati asal sesuai kehendak hati, biar lama menanti asal setia sampai mati. Timbang pilih dalam memilih merupakan hal biasa, bukan mengangkuhkan diri. Hanya saja mencari yang pas dihati. Selagi gadis atau bujang pilah pilih. Sudah nikah satu untuk selamanya. Jangankan buat milih ngelirik yang lainpun mendatangkan dosa diri.

Salam kalam literasi

Selamat memilih kanti-kanti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

InstagramKLI

BacaanTerkini

Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
Dosen, Gelar, dan Makalah Copas: Komedi Tragis di Kampus Ilmu
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Daha
Proyek Historiografi DAHA

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Guratan Tak Terlihat di Balik Nilai
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Dari Jambi dan Kendari Menuju Kairo 2024
Persiapan Menuju Negeri Piramida 2025
Dari Jambi Menuju Kairo 2024
Manusia & Agama di Tahun Politik