Ya Khrabbeytak!

Ya Khrabbeytak!

Khayalku menerawang, ketika akan berangkat mengais pengetahuan ke negeri nabi Yusuf dan Musa. Asumsiku betul-betul meleset ketika mengilustrasikan kondisi kuliah ke negeri yang sering dijuluki rakyatnya sebagai Ummud Dunya (ibu dunia). Ya khrabbeytak!

Akibat dari minimnya wawasanku tentang negeri Mesir waktu itu, jika kuliah di Universitas al-Azhar, maka kegiatan sehari-hari hanya rutinitas pengajian layaknya para santri di lembaga keagamaan seperti Pesantren. Pakaian kuliah ke kampus jelas selalu berjubah dan bersorban seperti kalangan agawaman yang sering tampil didepan publik.

Nyanyian musik pasti selalu irama solawat dan dan qasidahan seperti syair-syair lagu yang sering terdengar dari ujung menara surau saat perhelatan acara maulidan. Tak terlintas dalam fikiran ‘kampungan’ ku, bahwa kota Kairo sebagai ibu kota negara Mesir akan ada konser-konser musik ataupun tempat hiburan yang sama seperti tayangan hiburan di layar kaca di tanah air.

Ternyata asumsi dan khayalan tadi sama sekali  salah. Kairo seperti Jakarta yang juga sangat metropolis, terbuka dan penuh sesak. Bahkan  kelakuan masyarakat hedonis dari para artisnya juga juga tak jauh berbeda dengan banyak negara yang mengaku modern di dunia. Ya khrabbeytak!

Ternyata, konstruksi peradaban matrealis dengan label modern itu sama saja. Bahkan, keberadaan mall, gedung menjulang langit dan segala fasilitas untuk bermewah-bermewahan itu tersimbolkan dalam klaim sebagai negara maju dan modern. Maka tak heran, negara-negara Arab berlomba membangun gedung supertall pencakar langit seperti Burj Khalifa yang ada di Dubai yang mencapai ketinggian 829,8 M. Konon, gedung ini pun akan tereliminir rekornya oleh gedung Jeddah Tower di Saudi Arabia yang menjulang dengan tinggi 1000 M.

Apakah gedung supertall itu di bangun atas kebutuhan karena sempit nya lahan?  atau sebuah kontestasi merebut julukan sebagai kota tercanggih di muka bumi? Entah lah, tapi simbol gedung-gedung itu beranjak dari sebuah mimpi untuk menggeser opini dari negeri gurun sahara menjadi modern seperti Eropa. Ungkapan inilah yang pernah diungkapkan putra mahkota Saudi, Muhammad bin Salman yang berkeinginan menjadikan negeri kekuasaannya sebagai Eropa di Timur Tengah.

thumbnail?id=1Omke5qVr3B 5yDuxz83vjMggfkuj 6d6&sz=w1024 h1024

Kota Kairo, meskipun tidak ada gedung mencakar langit, namun identitas negeri yang berperadaban tua sangatlah kentara. Negeri yang pemandangan alamnya tidak begitu indah, tetapi sungguh kaya nilai sejarah. Banyak kisah-kisah para nabi yang diungkapkan oleh kitab suci, kejadiannya terjadi di negeri seribu menara ini. Kisah nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi Soleh dan bahkan kisah manusia bejad seantero pun juga terjadi disini. Kisah Fir’aun, penguasa yang mengaku tuhan, kisah Qarun seorang yang kaya raya yang angkuh dengan hartanya, semua tersimpan dalam arsip sejarah bahwa kejadian  itu pernah terjadi disini.

Dari banyak kisah yang melegenda itu, rakyat Mesir seringkali jumawa, dan bahkan teman-teman kampus asal Mesir acapkali berucap, jangan sombong jika berada di negeri kami. Zayyuku katsir, ungkapan khas mereka yang berarti orang asing seperti kita itu biasa saja di negerinya. karena, kalau merasa gagah, maka mereka punya nabi Yusuf, kalau sombong karena harta  maka mereka punya Qarun, dan kalu angkuh karena jabatan maka mereka punya Fir’aun.

Rakyat Mesir bertameng kepada kegagahan nabi Yusuf yang konon saking gagahnya sampai Zulaikha sang majikan begitu terkesima dengan ketampanan nabi Yusuf, hingga ketika memandangnya, Zulaikha tak menyadari telah menyayat jemarinya  yang disangka sedang memotong buah yang terhidang. Begitu juga ketika mereka bertameng kepada Qarun yang dalam kisahnya memilki puluhan budak dengan pekerjaan khusus memikul kunci gudang hartanya mengelilingi kota untuk dipamerkan kepada khalayak. Pun begitu juga degan Fir’aun yang tak tertandingi kekuasaannya oleh siapapun jua, sehingga merasa layak mengaku sebagai tuhan untuk disembah.

Bertameng dengan kisah legenda di atas, bahkan teman sekampus asal Mesir pernah bertanya kepadaku di awal musim kuliah. Hal fi baladak maugud utu bis wa tayran wa qitarat? Dengan bahasa ammiyah (pasaran) Arabnya yang bermakna, Apa di negaramu ada bis kota, pesawat terbang dan kereta api? dengan sedikit rasa tersinggung saya menjawab asalaan saja, tidak ada!. Dengan senyumnya yang merasa di atas angin, kemudian teman tadi bertanya lagi, wa izzay tigi hina? lantas bagaimana anda bisa ke sini? nirkab khimar (kami naik keledai) jawaban saya yang ketus sekaligus meledek. Spontanitas ekspresi teman tadi berubah dengan wajahnya sedikit memerah seraya berucap, ya khrabbeytak!

Ungkapan ya khrabbeytak adalah bahasa idiom yang bermakna kekesalan dalam ungkapan serapah kemarahan yang bermakna hancurlah rumahmu. Dengan suara yang meninggi itu teman tadi tetap mudah berdamai  karena sifat umum orang Mesir itu tidak pendendam. Bahkan dalam banyak kejadian, ketika mereka bertengkar dengan ucapan serapahnya bisa berdamai seketika dengan hanya ucapan orang  penengah, shallu ‘alan nabi. spontan mereka segera berangkulan dan bersalaman.

Orang Mesir selalu berteriak ya mashril habib (wahai Mesir negeriku tercinta) mashri Ummud Dunya (Mesir ibu dunia) kalimat yang mereka ucapkan dengan penuh bangga dan ksantria. Bahkan lisan mereka tak ragu mengatakan birruh biddam (dengan jiwa dan raga) kepada pemimpin negerinya.

Bagaimana dengan rakyat negeri ku? semoga para awak kapal yang diperbudak kapal Cina dan dilarung ke laut kerana di terusir dari negerinya karena dianggap tdak berktrampilan kerja masih tetap jumawa dengan kepal tangan sambil tetap  berteriak, merdeka! Karen saya yakin dalam denyut nadinya masih sama dengan teriakan orang Mesir kepada negaranya. dan saya hanya bisa berkata: ya Khrabbeytak! untukmu yang berbuat nista kepada kaum jelata. Sekali lagi, ya khrabbeytak!

Salam kalam literasi

Hermanto Harun (Dosen Pascasarjana UIN STS Jambi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

BacaanTerkini

Pen Besi di Kaki Ibu Siti, dan Besi Tumpul di Kepala Pejabat Negeri
Siti Maswa, Sang Perempuan dengan Pen ...
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu Daya”
“Ijazah: Antara Tuhan, Toga, dan Tipu ...
Socrates Naik Dompeng: Logika Liar di Negeri Izin Fiktif
Di tanah Merangin dan Sarolangun yang ...

KategoriBacaan

ProgramTerbaik

BacaanLainnya

Socrates Naik Dompeng: Logika Liar di Negeri Izin Fiktif
"Wisudawan, Toga, Like, dan Cinta yang Tertinggal di Ruang Dosen"
Pelatihan Literasi Digital di Desa Pematang Pauh 2024
Manusia & Agama di Tahun Politik
Menapaki Mimpi di Mesir dan Turki
Pelepasan Calon Mahasiswa 2023
Bahas Kerjasama Studi Luar Negeri
Surat untuk Timnas Indonesia
Belajar Berjuang Dari Drs. H. Hasan